Senin, 30 Agustus 2010

Manajemen Krisis

Sangat menarik
ka lau kita meru -
juk kepada Nabi
Yusuf AS ketika
bicara tentang
b a g a i m a n a
menge lola pangan dalam rang -
ka mengantisipasi terjadinya
krisis pangan. Kalau kita telah
Alquran (QS [12]: 46-49), ada
dua paradigma penting yang
melandasi kebijakan Yusuf AS
dalam mengantisipasi krisis
pangan Mesir pada saat itu.
Pertama, landasan kebi -
jakan solusi masalah pangan
short oriented. Ia tidak ber -
orientasi mencukupi kebutuh -
an pangan saat bulan-bulan
paceklik dari kelebihan pangan
pada bulan-bulan panen raya
atau yang kita kenal dengan
manajemen kebijakan pangan
dalam situasi normal.
Manajemen ketahanan pa -
ngan Yusuf AS bertujuan me -
nyerap dan menyimpan pangan
sebagai cadangan logistik ne -
gara selama beberapa tahun
ketika produksi masih normal
untuk menghadapi tahun-ta -
hun krisis pangan. Pada kasus
Yusuf AS, beliau me nyerap
produksi pangan selama tujuh
tahun—ketika kondisi panen
baik—untuk memenuhi kebu -
tuhan pangan selama tujuh
tahun krisis pangan setelah itu.
Sebagaimana yang diketa -
hui Presiden dalam acara buka
puasanya dengan jajaran Par -
tai Demokrat (22/8). Ia meng -
ingatkan kemungkinan terja -
dinya krisis pangan global
dalam 2-3 tahun yang akan da -
tang. Kalau kita sepakat de -
ngan pandangan Presiden, itu
berarti mulai dari sekarang
sampai 2-3 tahun ke depan kita
harus menerapkan manajemen
ketahanan pangan guna anti -
sipasi krisis sebagaimana yang
dilakukan Yusuf AS.
Manajemen pangan yang
ditujukan untuk menyerap dan
menyimpan pangan pokok
(khususnya beras) dalam jum -
lah yang memungkinkan dapat
menjaga ketahanan pangan
ketika krisis pangan global
mendera.
Paradigma kedua adalah
kemampuan menahan kon -
sumsi pangan yang berlebihan
(QS [12]: 47). Catatan penting
kita adalah paradigma pangan
murah yang kita anut selama
ini sesungguhnya tidak kom -
patibel dengan kebijakan
mana jemen pangan Yusuf
dalam antisipasi krisis.
Paradigma pangan murah
menyebabkan produksi pangan
sulit disimpan dalam cadangan
nasional, apalagi penyimpanan
dalam jumlah besar. Paradigma
pangan murah berimplikasi
produksi dilempar semua ke
pasar untuk menciptakan har -
ga murah, bahkan bila perlu,
lakukan impor agar harga
pangan selalu dalam keadaan
murah.
Dalam konteks sekarang,
ada beberapa kebijakan yang
perlu kita lakukan ketika kita
mengadopsi manajemen pa -
ngan Yusuf AS. Pertama, ber -
kaitan dengan logistik pangan
pokok (beras). Dalam kondisi
normal, umumnya, Bulog me -
nyerap produksi nasional de -
ngan kisaran 4-5 persen per
tahun (sepanjang 2005-2007).
Dalam kondisi yang lebih
populis, seperti menjelang pe -
milu, serapan menjadi lebih
tinggi (8-10 persen per tahun
sepanjang 2008-2009). Fakta
menunjukkan, serapan Bulog
sekitar 8-10 persen dari total
produksi beras tersebut ber -
kontribusi besar dalam stabi -
litas harga pangan nasional. Ini
adalah hasil dari manajemen
stabilitas pangan pokok dalam
kondisi normal.
Kalau kita berkomitmen
dengan manajemen stabilitas
pangan antisipasi krisis, sela -
ma 2-3 tahun ke depan, ca -
dangan Bulog dalam satu ta -
hun harus mampu menang -
gung kebutuhan raskin dan
CBP untuk dua tahun. Kalau
ca dangan beras pemerintah
ditetapkan sekitar 660 ribu ton
dan kebutuhan raskin adalah
2,2 juta ton atau total cadangan
2,8 juta ton per tahun, Bulog
harus menyerap selama kondisi
produksi masih surplus sebesar
4,6 juta ton beras dalam satu
tahun untuk cadangan anti -
sipasi krisis pangan. Untuk itu,
perlu dukungan anggaran yang
memadai dari pemerintah dan
DPR RI.
Agar target penyerapan
logistik untuk kepentingan ca -
dangan nasional antisipasi kri -
sis pangan bisa dicapai, lang -
kah yang perlu ditempuh se -
bagai berikut. Pertaman, in pres
yang membatasi Bulog menye -
rap beras petani berdasarkan
HPP perlu diubah, khususnya
agar Bulog menyerap ga bah/ -
beras petani di atas HPP untuk
kepentingan cadangan nasio -
nal. Kedua, menyerap gabah
dari petani yang sebesar-be -
sarnya. Kalau Bulog tidak
mampu menyerap gabah dari
petani, bisa ditenderkan kepa -
da kalangan swasta yang ber -
sedia dan mampu menyerap
gabah petani. Multiplier effect
dari penyerapan gabah adalah
hal itu akan langsung dirasa -
kan petani karena hampir ti -
dak ada petani yang menjual
dalam bentuk beras sehingga
diharapkan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP) benar-benar
dirasakan petani yang menjaga
motivasi mereka untuk tetap
berproduksi.
Kedua, sumbatan aliran arus
pangan yang terjadi di lapang -
an, khususnya transpor tasi air/ -
laut dan peralatan-pe ra latan
pendukung di pela buh an harus
segera diatasi. Pe me rintah dan
DPR perlu me nye diakan ang -
garan tang gap da rurat trans -
portasi dan dis tri busi pangan
dalam rangka an tisipasi krisis
yang ditujukan untuk menga -
tasi sumbatan-sumbatan distri -
busi pangan yang terjadi dila -
pangan. Misal nya, dalam kasus
sidak peme rin tah (21/8) yang
menemukan crane rusak di
Pelabuhan Be lawan yang meng -
hambat per gerakan bahan
pangan. Ang garan tersebut bisa
digunakan langsung untuk
memperbaiki nya.
Ketiga, melindungi dampak
buruk kenaikan harga pangan
masyarakat miskin. Pemerin -
tah harus menjaga terlaksana -
nya distribusi raskin yang “6
tepat” (tepat jumlah, kualitas,
harga, tempat, waktu, dan sa -
saran) untuk menjaga ketahan -
an pangan mereka.

Dr Andi Irawan
Lektor Kepala Ilmu Ekonomi
Universitas Bengkulu
(Republika 30 Agustus 2010 halaman 4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar