Selasa, 31 Agustus 2010

Presiden Juga Manusia

“Allah, tidak ada Tuhan yang
berhak disembah selain Dia.
Sesungguhnya Dia akan me -
ngumpulkan kamu di hari
kiamat, yang tidak ada kera -
guan terjadinya. Dan siapa kah
orang yang lebih benar perka -
taannya daripada Allah?” (An-
Nisa. Surat ke-4 ayat 87).
Me m b a c a
ayat Alqur
an di
atas, terhe -
nyak nu ra -
niku. Te -
pat kah sikap dan tutur kataku
selama ini? Pantas kah arogansiku
yang tetap saja mengata -
kan bahwa apa yang terucap
dari mulutku selama ini adalah
paling benar?
Di sisi keping hati yang lain
sering beranggapan bahwa ke -
be ranian kita berbicara telah
di dasari oleh kemampuan ting -
gi olah pikir dan akal. Ke mam -
pu an yang kita bangun dengan
tu juan agar tidak terlihat bo -
doh di mata orang lain. Dalam
ke hi dupan yang penuh dengan
tan tangan ini, kita memang
per lu memiliki keberanian. Ke -
be ra ni an sebagai selimut tebal
un tuk membangun rasa per -
caya diri.
Hanya dengan kepercayaan
dan karakter itulah, manusia
mampu menyesuaikan dirinya
di segala situasi kehidupan, sur -
vive. Namun, benarkah se -
seorang akan mampu mempertahankan
hidupnya tanpa orang
lain? Tuhan menciptakan alam
semesta ini dengan isinya.
Tuhan menciptakan manusiamanusia.
Tuhan menciptakan
ma nusia-manusia untuk hidup
berdampingan saling menjaga
dan bertanggung jawab bersa -
ma memelihara dunia. Hanya
nafsu dan ketamakan duniawi -
lah yang meracuni kesadaran
manusia, dan menjadikannya
bermusuhan. Kita menjadi khi -
laf, nurani kita menjadi buta
dan lupa bahwa kesempurnaan
hanyalah milik Allah. Tidak ada
salah satu dari kita yang sempurna,
dan untuk itulah ada se -
sama. Allah tidak akan meng -
ubah nasib sebuah kaum, ke -
cuali kaum itu sendiri yang
mengubahnya. Sejatinya, itu -
lah makna membangun masa
de pan yang harus menjadi tong -
gak keyakinan bangsa ini, Indo -
nesia. Bangsa ini akan mampu
dan berhasil meraih ma sa de -
pan yang lebih baik, ha nya bila
bangsa ini mau ber sama bahumembahu
bekerja untuk mencapainya.
Dengan ketidaksempurnaan
yang telah melekat,
tidak mungkin bangsa ini bisa
berhasil maju hanya oleh orangseorang,
bahkan oleh seorang
pemimpin sehebat apa pun.
Presiden juga manusia, yang
selalu memiliki ketidaksempurnaan.
Untuk itulah, ada
wakil presiden, menteri, gubernur,
bupati, wali kota, anggota
DPR, tentara, polisi, pengamat,
cendekiawan, rohaniawan,
LSM, kritikus, termasuk oleh
karenanyalah ada kita, rakyat.
Semuanya harus menjadi se -
buah kaum. Kaum yang saling
memberi manfaat inilah yang
bisa mengubah Indonesia men -
ja di lebih gemilang masa de -
pannya. Bukan kaum yang sa -
ling cerca, saling caci-maki,
saling menyalahkan, bahkan
terpuruk dalam kelam baku
hantam. Firman Allah dengan
bijak menerangkan, “Hai
orang-orang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian pra -
sangka itu adalah dosa dan ja -
nganlah kamu mencari-cari
ke salahan orang lain dan ja -
ngan lah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Su -
kakah salah seorang di antara
kamu memakan daging sauda -
ranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang.” ( Al-
Hujurat. Surat ke-49 ayat 12).
Firman di atas sepantasnya -
lah menjadi titik awal kita
meng ubah saling mencerca
men jadi saling mengingatkan,
makian menjadi usulan, pra -
sangka buruk menjadi kritik
membangun. Dalam sebuah
kaum, orang-seorang selalu me -
miliki peran penting. Hanya
dengan menyadari, mema hami,
dan menggunakan peran tersebut
sebaik dan setepat mung -
kin, anggota kaum itu menjadi
berarti. Sebaliknya, orang ter -
sebut menjadi tak berarti apaapa
bagi kaumnya bila tak me -
mahami perannya ataupun
bah kan ingin mengambil alih
pe ran orang lain. Walaupun se -
buah kaum harus ada pe mim -
pinnya, kaum tersebut tidak
akan mencapai apa-apa bila
masyarakatnya tidak taat terhadap
perannya masing-ma -
sing.
Pemimpin sebuah kaum
tidak akan mampu membawa
kaumnya berhasil maju, tanpa
ditopang peran masyarakatnya.
Selain itu, di dunia yang sema -
kin demokratis, seangkuh apa
pun seseorang yang ingin mendapatkan
kekuasaan maka ke -
inginan itu akan hanya men jadi
ilusi ketika mayoritas ma syara -
katnya tidak menghendakinya.
Bangsa Indonesia te lah memiliki
modal kebenaran untuk itu.
Pemimpin bangsa nya (kaum)
dikehendaki oleh ma yoritas ma -
syarakatnya se cara demokratis.
Tanah airnya subur sarat de -
ngan sumber ke hidupan. Na -
mun, penentu loh jinawi-nya
bangsa ini bukan hanya bergantung
di pundak Presiden yang
hanya seorang manusia, melain -
kan di pundak seluruh bangsa
(kaum) Indo nesia. Dengan ke -
sadaran itu, kita bisa mengata -
kan dengan te gar kepada Tu -
han, kami mam pu dan siap
meng ubah bangsa kami sendiri.
Dan, kita pasti akan berhasil,
karena itu lah janji Tuhan ke -
pada manusia.
Bulan Ramadhan adalah
bu lan suci yang tepat untuk
kita berkaca diri. Bulan yang
harus diisi oleh kesejukan hati,
memaknai hidup dengan sema -
kin memahami isi kitab suci.
Te patlah pula bila ucap Pre si -
den SBY dalam peringatan Nu -
zulul Quran, sama-sama kita
resapi, “Di bulan Ramadhan
ini, dan sesungguhnya juga un -
tuk seterusnya, kita harus pan -
dai membasuh jiwa dan men -
ja ga kebersihan hati kita.”
Sebagaimana diingatkan
oleh Yusuf bin Asbath, sebagai
seorang Muslim hendaknya ki -
ta rajin untuk mawas diri atau
introspeksi, dan tidak mudah
menyalahkan orang lain. Imam
Al-Ghazali juga mengingatkan,
agar akhlak kita tetap terjaga
dan semakin tinggi, kita diha -
rapkan tetap pandai bersyukur,
sabar, tenang, dan bersifat pe -
nyayang, serta tidak suka men -
cela, memfitnah, mengadu
dom ba, dan bermanis bibir dan
wajah, tetapi dengki di hati.”
Bermanis bibir dan wajah,
tetapi dengki di hati. Serigala
ber bulu domba. Tersesatlah
ma nusia bila perumpamaan di
atas melekat dalam dirinya.
Allah Maha Pengasih lagi Pe -
nyayang dan Maha Pemberi
Jalan. Firman di bawah ini
membuktikannya.
“Sesungguhnya manusia di -
ciptakan bersifat keluh kesah
lagi kikir. Apabila ditimpa ke -
susahan ia berkeluh kesah, dan
apabila mendapat kebaik an ia
amat kikir, kecuali orang-orang
yang mengerjakan shalat.” (Al-
Ma’arij. Surat ke-70 ayat 19-22).
“Barangsiapa yang datang
dengan membawa kebaikan,
ma ka baginya pahala yang le -
bih baik daripada kebaikan itu;
dan barangsiapa yang datang
de ngan membawa kejahatan,
maka tidaklah diberi pemba -
las an kepada orang-orang yang
te lah mengerjakan kejahatan
itu, melainkan seimbang de -
ngan apa yang dahulu mereka
kerja kan.” (Al-Qasas. Surat
ke-28 ayat 84 ).
Akhir Ramadhan tidak lama
lagi. Masih ada waktu bagi kita
untuk mengubah diri, menjadi
kaum yang beruntung, bukan
kaum yang merugi. Sehingga
di hari fitri nanti, bangsa ini
benar-benar siap menjawab,
“Tuhan, kaum kami siap ber -
ubah.”

Heru Lelono
Staf khusus Presiden RI
(Republika 31 Agustus 2010 halaman 4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar