Senin, 16 Agustus 2010

Puasa dan Kemerdekaan

Ramadhan me -
nurut bahasa
artinya panas
membakar. Ia
di sebut demi ki -
an karena bu lan
ini dosa-dosa dan kesa lahan
orang yang berpuasa di masa
sebelum Ramadhan diba kar
habis. Rasulullah mengata kan,
‘Siapa yang berpuasa Ra ma -
dhan semata-mata karena ke -
imanan serta mengharap rah -
mat dan pahala dari Allah, ma -
ka dosa-dosa yang dilaku kan
sebelumnya akan diam puni
oleh Allah.’ (HR Bukhari dari
Abu Hu rai rah)
Tapi Ra ma dhan juga bisa
dimaknai membakar spirit dan
se mangat juang dalam keta -
atan kepada Allah. Bahkan,
Rama dhan adalah api semang -
at itu sendiri. Dalam ‘sirah’
(biografi) Rasulullah, perang
Badar, pada tahun kedua hij -
rah, terjadi pa da bulan Rama -
dhan. Inilah per juangan perta -
ma mengang kat senjata yang
dilakukan kaum Muslimin me -
la wan kaum Quraisy Makkah
yang menindas mereka sehingga
ha rus hengkang berhijrah
ke Ma dinah, meninggalkan
tanah air nya. Dan, pada perang
ini, kaum Muslimin memperoleh
kemenangan meyakinkan
mes kipun jumlah personelnya
ha nya tiga ratusan orang.
Perang Badar yang terjadi
di bulan Ramadhan ini memberikan
pesan perjuangan yang
luar biasa. Baik itu perjuangan
fisik maupun mental, karena
selain berperang juga harus
berpuasa. Dan, kaum Muslimin
ketika itu mam pu melewatinya,
bahkan meraih kemenangan.
Maka itu, Ramadhan
sesungguhnya adalah bulan
perjuang an di jalan Allah.
Berjuang me nahan lapar dan
haus ka rena menaati Allah dan
Rasulullah, serta berjuang
menahan ke ingin an hawa naf -
su. Ramadhan sesungguhnya
bukan bulan san tai-san tai, istirahat,
dan tanpa ak tivitas ber -
manfaat. Atau, bulan glamor
dan hura-hura yang mengha -
bis kan dana.
Kaum Muslimin Indonesia
masuk dalam bulan Ramadhan
tidak dalam suasana perang
seperti halnya Rasulullah dan
kaum Muslimin. Maka itu, spi -
rit perjuangannya lebih pada
perjuangan mengekang hawa
nafsu, selain menahan diri un -
tuk tidak makan dan minum
hing ga sore hari. Perjuangan
melawan hawa nafsu tidak ka -
lah hebatnya dengan perjuang -
an secara fisik. Manusia mung -
kin bisa menahan lapar dan
haus, tetapi tidak banyak yang
berhasil menahan hawa nafsu.
Itulah yang Rasulullah sitir da -
lam salah satu hadisnya, “Be -
ta pa banyak orang yang ber -
puasa, tapi yang ia dapat hanya
lapar dan haus.” (HR Ahmad
dari Abu Hurairah)

Menuju kemerdekaan
Perjuangan melalui puasa di
bulan Ramadhan memiliki tu -
ju an atau target yang ingin di -
capai. Allah menyebutkan tu -
juan itu adalah menjadi kan
orang-orang yang berpua sa
menjadi orang-orang yang bertakwa,
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajib kan atas ka -
mu berpuasa sebagaimana di -
wa jibkan atas orang-orang se -
belum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS Albaqarah: 183).
Takwa berasal dari kata
‘wiqayah’ yang secara bahasa
salah satu maknanya menjaga
atau memelihara diri. Dalam
Alquran, misalnya, di sebutkan,
“Hai orang-orang yang ber -
iman, peliharalah diri mu (quu
anfusakum) dan keluargamu
dari api neraka.” (QS At-Tah -
rim: 6). Ini selaras de ngan pua -
sa yang disebut oleh Rasulullah
sebagai tameng yang menjaga
atau memelihara pelakunya
agar tidak melaku kan hal-hal
buruk, “Puasa ada lah tameng.
Karena itu, ja ngan lah berkatakata
kotor dan bertindak bo -
doh. Jika ada orang yang me -
ng ajaknya bertarung atau bertengkar,
katakanlah, ‘Aku se -
dang ber puasa’.” (HR Bukhari
dari Abu Hurairah)
Jadi, puasa mengerem hawa
nafsu yang mengarah pada halhal
negatif, dan pada saat yang
sama melepas sebanyak-ba -
nyak nya dorongan diri untuk
melakukan kebaikan atau halhal
bermanfaat. Ketika ada
orang yang memprovokasi me -
lakukan tindak kekerasan atau
memprovokasi bertengkar, me -
ng umpat, dan mencaci ma ki,
Rasulullah mengimbau orang
yang berpuasa untuk menahan
diri dan mengatakan dirinya
sedang ber puasa.
Puasa melindungi orang
yang berpuasa sehingga tidak
termakan hasutan. Justru, de -
ngan jawaban bahwa ia sedang
berpuasa secara implisit me -
nunjukkan sikap bijaksana dan
tidak reaktif secara berlebihan
menghadapi provokasi. Ketika
ha wa nafsu terkekang, saat
itulah ia menjadi orang yang
merdeka, lepas dari belenggu
hawa nafsu. Menjadi manusia
yang selalu meniti jalan Allah,
jalan kebenaran, yang mem -
buat dirinya hidup dalam ke -
bahagiaan dan kegembiraan.
Rasulullah menyebut hal ini
sebagai sebagai kegembiraan,
“Orang yang berpuasa akan
mendapatkan dua kegembiraan;
gembira saat ia menjadi
fitri, dan gembira saat ia bertemu
dengan Tuhannya.” (HR
Muslim dari Abu Hurairah)
Idul Fitri menjadi puncak
seleberasi kemerdekaan ini.
Bukan merdeka karena sudah
tidak lagi berpuasa, tapi merdeka
karena lepas dari penjajahan
dan kendali hawa nafsu.
Kemerdekaan ini juga tidak
berarti perjuangan usai. Justru,
perjuangan itu terus berlanjut.
Yakni, perjuangan menjaga
dan mempertahankan kemerde
kaan secara konsisten. Bang -
sa Indonesia merdeka dari penjajahan
bertepatan dengan bu -
lan Rama dhan. Tetapi, setelah
itu perjuangan baru dimulai,
yakni konsisten mempertahankan
dan membangun bang -
sa ke arah yang lebih baik. Ma -
ka secara individual, Rama -
dhan menjadi ajang perjuang -
an ma nusia menjadi manusia
yang merdeka dari segala penjajahan
hawa nafsunya.
Dalam konteks bangsa saat
ini, puasa menjadi perjuangan
mengerem ambisi kotor atau
kepentingan sesaat yang meng -
orbankan ke pentingan umum,
yakni kepen tingan bangsa dan
negara. Rasulullah pasca pembebasan
Makkah (Fathu
Makkah) mengatakan, “Sete -
lah pembebasan ini, tidak ada
lagi hijrah ke cua li jihad dan
niat.” (HR Bukhari dari Ibnu
Abbas). Hijrah ada lah perjuangan
berat meninggalkan
kampung halaman demi kebenaran
dan lepas dari pe nin -
dasan dan penjajahan. Se telah
Makkah dibebaskan, hijrah
seperti itu tidak ada. Yang ada
adalah jihad dan niat. Jihad
menurut bahasa adalah sikap
sungguh-sungguh, konsisten,
dan penuh komitmen dalam
ber usaha. Sedangkan niat ada -
lah keinginan, harap an, dan
cita-cita perubahan ke arah
yang lebih baik.
Saat ini, bangsa terjajah
kemiskinan, kebodohan, komunalisme,
eksklusivisme minus
toleransi, serta pragmatisme
dan ketidakpedulian sebagian
elite penguasa dan elite politik,
membuat bangsa ini berjalan
pelan. Ramadhan kali ini yang
bertepatan dengan bulan ke -
merdekaan bangsa Indonesia,
men jadi momen reflektif me -
maknai lagi arti perjuangan
me nuju kemerdekaan sejati.
Wallahu a’lam.

Fajar Kurnianto
penulis buku

(Republika 16 Agustus 2010 halaman 4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar