Selasa, 31 Agustus 2010

Presiden Juga Manusia

“Allah, tidak ada Tuhan yang
berhak disembah selain Dia.
Sesungguhnya Dia akan me -
ngumpulkan kamu di hari
kiamat, yang tidak ada kera -
guan terjadinya. Dan siapa kah
orang yang lebih benar perka -
taannya daripada Allah?” (An-
Nisa. Surat ke-4 ayat 87).
Me m b a c a
ayat Alqur
an di
atas, terhe -
nyak nu ra -
niku. Te -
pat kah sikap dan tutur kataku
selama ini? Pantas kah arogansiku
yang tetap saja mengata -
kan bahwa apa yang terucap
dari mulutku selama ini adalah
paling benar?
Di sisi keping hati yang lain
sering beranggapan bahwa ke -
be ranian kita berbicara telah
di dasari oleh kemampuan ting -
gi olah pikir dan akal. Ke mam -
pu an yang kita bangun dengan
tu juan agar tidak terlihat bo -
doh di mata orang lain. Dalam
ke hi dupan yang penuh dengan
tan tangan ini, kita memang
per lu memiliki keberanian. Ke -
be ra ni an sebagai selimut tebal
un tuk membangun rasa per -
caya diri.
Hanya dengan kepercayaan
dan karakter itulah, manusia
mampu menyesuaikan dirinya
di segala situasi kehidupan, sur -
vive. Namun, benarkah se -
seorang akan mampu mempertahankan
hidupnya tanpa orang
lain? Tuhan menciptakan alam
semesta ini dengan isinya.
Tuhan menciptakan manusiamanusia.
Tuhan menciptakan
ma nusia-manusia untuk hidup
berdampingan saling menjaga
dan bertanggung jawab bersa -
ma memelihara dunia. Hanya
nafsu dan ketamakan duniawi -
lah yang meracuni kesadaran
manusia, dan menjadikannya
bermusuhan. Kita menjadi khi -
laf, nurani kita menjadi buta
dan lupa bahwa kesempurnaan
hanyalah milik Allah. Tidak ada
salah satu dari kita yang sempurna,
dan untuk itulah ada se -
sama. Allah tidak akan meng -
ubah nasib sebuah kaum, ke -
cuali kaum itu sendiri yang
mengubahnya. Sejatinya, itu -
lah makna membangun masa
de pan yang harus menjadi tong -
gak keyakinan bangsa ini, Indo -
nesia. Bangsa ini akan mampu
dan berhasil meraih ma sa de -
pan yang lebih baik, ha nya bila
bangsa ini mau ber sama bahumembahu
bekerja untuk mencapainya.
Dengan ketidaksempurnaan
yang telah melekat,
tidak mungkin bangsa ini bisa
berhasil maju hanya oleh orangseorang,
bahkan oleh seorang
pemimpin sehebat apa pun.
Presiden juga manusia, yang
selalu memiliki ketidaksempurnaan.
Untuk itulah, ada
wakil presiden, menteri, gubernur,
bupati, wali kota, anggota
DPR, tentara, polisi, pengamat,
cendekiawan, rohaniawan,
LSM, kritikus, termasuk oleh
karenanyalah ada kita, rakyat.
Semuanya harus menjadi se -
buah kaum. Kaum yang saling
memberi manfaat inilah yang
bisa mengubah Indonesia men -
ja di lebih gemilang masa de -
pannya. Bukan kaum yang sa -
ling cerca, saling caci-maki,
saling menyalahkan, bahkan
terpuruk dalam kelam baku
hantam. Firman Allah dengan
bijak menerangkan, “Hai
orang-orang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian pra -
sangka itu adalah dosa dan ja -
nganlah kamu mencari-cari
ke salahan orang lain dan ja -
ngan lah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Su -
kakah salah seorang di antara
kamu memakan daging sauda -
ranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang.” ( Al-
Hujurat. Surat ke-49 ayat 12).
Firman di atas sepantasnya -
lah menjadi titik awal kita
meng ubah saling mencerca
men jadi saling mengingatkan,
makian menjadi usulan, pra -
sangka buruk menjadi kritik
membangun. Dalam sebuah
kaum, orang-seorang selalu me -
miliki peran penting. Hanya
dengan menyadari, mema hami,
dan menggunakan peran tersebut
sebaik dan setepat mung -
kin, anggota kaum itu menjadi
berarti. Sebaliknya, orang ter -
sebut menjadi tak berarti apaapa
bagi kaumnya bila tak me -
mahami perannya ataupun
bah kan ingin mengambil alih
pe ran orang lain. Walaupun se -
buah kaum harus ada pe mim -
pinnya, kaum tersebut tidak
akan mencapai apa-apa bila
masyarakatnya tidak taat terhadap
perannya masing-ma -
sing.
Pemimpin sebuah kaum
tidak akan mampu membawa
kaumnya berhasil maju, tanpa
ditopang peran masyarakatnya.
Selain itu, di dunia yang sema -
kin demokratis, seangkuh apa
pun seseorang yang ingin mendapatkan
kekuasaan maka ke -
inginan itu akan hanya men jadi
ilusi ketika mayoritas ma syara -
katnya tidak menghendakinya.
Bangsa Indonesia te lah memiliki
modal kebenaran untuk itu.
Pemimpin bangsa nya (kaum)
dikehendaki oleh ma yoritas ma -
syarakatnya se cara demokratis.
Tanah airnya subur sarat de -
ngan sumber ke hidupan. Na -
mun, penentu loh jinawi-nya
bangsa ini bukan hanya bergantung
di pundak Presiden yang
hanya seorang manusia, melain -
kan di pundak seluruh bangsa
(kaum) Indo nesia. Dengan ke -
sadaran itu, kita bisa mengata -
kan dengan te gar kepada Tu -
han, kami mam pu dan siap
meng ubah bangsa kami sendiri.
Dan, kita pasti akan berhasil,
karena itu lah janji Tuhan ke -
pada manusia.
Bulan Ramadhan adalah
bu lan suci yang tepat untuk
kita berkaca diri. Bulan yang
harus diisi oleh kesejukan hati,
memaknai hidup dengan sema -
kin memahami isi kitab suci.
Te patlah pula bila ucap Pre si -
den SBY dalam peringatan Nu -
zulul Quran, sama-sama kita
resapi, “Di bulan Ramadhan
ini, dan sesungguhnya juga un -
tuk seterusnya, kita harus pan -
dai membasuh jiwa dan men -
ja ga kebersihan hati kita.”
Sebagaimana diingatkan
oleh Yusuf bin Asbath, sebagai
seorang Muslim hendaknya ki -
ta rajin untuk mawas diri atau
introspeksi, dan tidak mudah
menyalahkan orang lain. Imam
Al-Ghazali juga mengingatkan,
agar akhlak kita tetap terjaga
dan semakin tinggi, kita diha -
rapkan tetap pandai bersyukur,
sabar, tenang, dan bersifat pe -
nyayang, serta tidak suka men -
cela, memfitnah, mengadu
dom ba, dan bermanis bibir dan
wajah, tetapi dengki di hati.”
Bermanis bibir dan wajah,
tetapi dengki di hati. Serigala
ber bulu domba. Tersesatlah
ma nusia bila perumpamaan di
atas melekat dalam dirinya.
Allah Maha Pengasih lagi Pe -
nyayang dan Maha Pemberi
Jalan. Firman di bawah ini
membuktikannya.
“Sesungguhnya manusia di -
ciptakan bersifat keluh kesah
lagi kikir. Apabila ditimpa ke -
susahan ia berkeluh kesah, dan
apabila mendapat kebaik an ia
amat kikir, kecuali orang-orang
yang mengerjakan shalat.” (Al-
Ma’arij. Surat ke-70 ayat 19-22).
“Barangsiapa yang datang
dengan membawa kebaikan,
ma ka baginya pahala yang le -
bih baik daripada kebaikan itu;
dan barangsiapa yang datang
de ngan membawa kejahatan,
maka tidaklah diberi pemba -
las an kepada orang-orang yang
te lah mengerjakan kejahatan
itu, melainkan seimbang de -
ngan apa yang dahulu mereka
kerja kan.” (Al-Qasas. Surat
ke-28 ayat 84 ).
Akhir Ramadhan tidak lama
lagi. Masih ada waktu bagi kita
untuk mengubah diri, menjadi
kaum yang beruntung, bukan
kaum yang merugi. Sehingga
di hari fitri nanti, bangsa ini
benar-benar siap menjawab,
“Tuhan, kaum kami siap ber -
ubah.”

Heru Lelono
Staf khusus Presiden RI
(Republika 31 Agustus 2010 halaman 4)

Senin, 30 Agustus 2010

Alienasi Negara Islam dalam Industri Vaksin

Bandung baru saja
menjadi tuan rumah
dalam pertemuan ta -
hunan ke-VI negaranegara
Islamic Deve lopment
Bank Self Reliance in Vaccine
Production (IDB-SRVP) 6-9
Agustus lalu. Ba nyak hal yang
dapat dipetik dari pertemuan
12 negara anggota IDB itu.
Adalah fakta negara Islam
masih teralienasi dari industri
vaksin dunia. Seka li pun negara
Islam memiliki ke mampuan
memproduksi vaksin.
Tak semua vaksin yang di -
produksi negara Islam anggota
IDB ini mampu bersaing dalam
memenuhi kebutuhan vaksin
dunia. Dominasi industri vak -
sin negara Barat masih terlihat
sehingga mengesankan teralienasinya
negara Islam dari
industri vaksin dunia.
Dalam posisi teralienasi sa -
ja, banyak negara Islam yang
memproduksi vaksin. Tercatat
23 negara Islam ang gota IDB
memiliki industri vaksin.
Ambil contoh Indonesia
yang mempunyai Bio Farma,
kemudian Iran dengan Pasteur
Institute of Iran. Tak ketinggalan
negara Islam lainnya,
seperti Tunisia Pasteur In sti -
tute of Tunisia, Vacsera (Mesir),
Nine Bio (Malaysia), Razi Vac -
cine & Serum Research
Institute (Iran), Lanavet (Se -
negal), dan NIH (National
Insti tute of Health) Pakistan.
Lantas mengapa negara Is -
lam masih belum mampu ber -
diri sejajar dengan negara
Barat dalam industri vaksin?
Ternyata tidak semua industri
vaksin di negara Islam
anggota IDB yang mengantongi
pra kualifikasi dari Badan
Kesehatan Dunia (WHO).
Sejauh ini, baru industri vaksin
Bio Farma Indonesia saja.
Padahal pra kualifikasi
WHO menjadi syarat mutlak
supaya produk vaksin dapat
dipergunakan di dunia. Pra
kualifikasi diperlukan supaya
WHO sebagai otoritas kesehat -
an tertinggi dunia dapat terus
memonitor dan menge valuasi
produk vaksin yang beredar.

Komitmen Bandung
Kendati mayoritas negara
Islam anggota IDB dinyatakan
belum memenuhi pra kualifikasi
WHO, bukan berarti
tidak ada upaya dari negaranegara
tersebut untuk memproduksi
vaksin. Pertemuan di
Bandung merupakan langkah
bagi negara Islam untuk samasama
mencari solusi mendobrak
alienasi dalam industri
vaksin dunia.
Muncul komitmen bersama
yang disebut Komitmen Ban -
dung untuk saling mendukung
su paya industri vaksin di ne -
gara Islam memperoleh penga -
kuan dari WHO.
Toh selama ini produk vak -
sin industri itu telah dipergunakan
untuk kebutuhan lokal
di masing-masing negara Is -
lam. Penyebabnya semata ha -
nya lah faktor perbedaan stan -
dar penilaian antara pe nilai
WHO dan masing-masing ne -
gara Islam semata, yang men -
jadi faktor sulitnya industri
vaksin di negara Islam lulus
pra kualifikasi WHO.
Tanpa adanya pra kualifi -
kasi WHO, memang produksi
vak sin negara Islam tidak
mam pu berkompetisi di pasar
vaksin dunia.
Memang masih ada Bio Far -
ma yang mampu menembus
dominasi ne gara maju. Bahkan,
produk vak sin Bio Farma,
seperti vak sin polio telah diekspor
ke lebih dari 120 negara.
Namun, hal itu belumlah
cukup. Tujuan utama dari
pertemuan tahunan IDB-SRVP
ini adalah menciptakan sebuah
kemandirian di negara-negara
Islam dalam industri vaksin.

Indonesia sebagai model
Indonesia patut berbangga
karena menjadi satu-satunya
negara Islam yang industri
vak sinnya telah memperoleh
pra kualifikasi WHO. Ada se -
jumlah vaksin produksi Bio
Farma yang lulus pra kualifikasi
WHO.
Dimulai dengan tahun 1997
berupa vaksin polio dan cam -
pak. Setelah itu, tahun 2001
WHO mengakui produk vaksin
difteri, tetanus, dan pertusis.
Kemudian, tahun 2003
vaksin tetanus uniject yang lu -
lus pra kualifikasi WHO. Dan
secara berturut-turut tahun
2004 vaksin hepatitis uniject,
ta hun 2006 vaksin DTP-HB
dan campak, tahun 2009 untuk
mOPV tipe 1, dan terakhir
tahun 2010 yang terbaru untuk
bOPV tipe 1.3.
Kapabilitas itulah yang
membuat Indonesia, melalui
Bio Farma, ditunjuk sebagai
mo del bagi perkembangan in -
dustri vaksin di negara Islam
lainnya. Dalam 10 butir Ko -
mitmen Bandung yang diha -
silkan dalam pertemuan, Indo -
nesia ditugaskan sebagai pengawas
dalam pengembangan
riset industri vaksin di negara
Islam anggota IDB.
Tak hanya berhenti di situ,
dengan teknologi yang dimiliki
dan boleh dibilang sejajar
dengan teknologi industri vak -
sin negara maju, Indonesia
ditunjuk sebagai rujukan.
Bahkan, kemampuan teknologi
industri vaksin Indonesia itu
memperoleh pujian dari Iran.
Direktur Utama Bio Farma,
Iskandar, mengisyaratkan kesiapannya
untuk menjalin kerja
sama demi kemajuan industri
vaksin di negara Islam lainnya.
BUMN yang berpusat di Ban -
dung ini bahkan membuka diri
bagi industri vaksin negara
Islam lainnya untuk mengembangkan
produksi dengan
teknologi yang lebih baik.
Tak hanya dari sisi teknologi,
dalam hal riset vaksin, In -
donesia telah melakukan de -
ngan sistem yang selangkah le -
bih di depan. Riset tak hanya
di lakukan Bio Farma, tapi juga
didukung sejumlah PTN
ternama di Indonesia, seperti
UI, Universitas Airlangga, serta
Universitas Gajah Mada.
Keunggulan dari sisi tek -
nologi dan riset ini menjadikan
Indonesia patut men jadi con -
toh dalam pengembangan in -
dustri vaksin menuju keman -
dirian vaksin di negara Islam.
Kerja sama antarnegara
Islam menjadi kunci penting
membawa industri vaksin di
negara Islam menuju babak
baru. Kemandirian industri
vaksin tak hanya semata dalam
bentuk kemampuan memenuhi
kebutuhan vaksin di setiap
negara Islam.
Kesungguhan negara Islam
dalam mewujudkan Komitmen
Bandung itu perlu ditunggu
bersama-sama pada Pertemu -
an Tahunan Ke-7 IDB-SRVP di
Mali pada 2011.
SRVP merupakan program
IDB, bertujuan meningkatkan
taraf hidup masyarakat di
negara-negara Islam dengan
mendorong pembangunan
kesehatan, pendidikan, dan
lingkungan yang bekelanjutan.
SRVP didirikan pada saat
Konferensi OKI ke-8 di
Teheran, Iran, Desember 1997.
SRVP secara harfiah dapat
diartikan sebuah kepercayaan
diri negara-negara Islam dalam
hal memproduksi vaksin.
Inti program SRVP ini untuk
mengembangkan produksi
vaksin, mengingat vaksin me -
rupakan salah satu instrumen
penting dalam pembangunan
kesehatan suatu negara. Ka -
rena itu, kerja sama antarnegara
Islam menjadi kunci
penting mem bawa industri
vaksin di negara Islam menuju
babak baru. Kemandirian
industri vaksin tak semata
dalam ben tuk kemampuan
memenuhi kebutuhan vaksin
di setiap negara Islam.

Kiky Amalia Indria F
Media Relations 6th Annual
Meeting IDB-SRVP
(Republika 30 Agustus 2010 halaman 4)

Manajemen Krisis

Sangat menarik
ka lau kita meru -
juk kepada Nabi
Yusuf AS ketika
bicara tentang
b a g a i m a n a
menge lola pangan dalam rang -
ka mengantisipasi terjadinya
krisis pangan. Kalau kita telah
Alquran (QS [12]: 46-49), ada
dua paradigma penting yang
melandasi kebijakan Yusuf AS
dalam mengantisipasi krisis
pangan Mesir pada saat itu.
Pertama, landasan kebi -
jakan solusi masalah pangan
short oriented. Ia tidak ber -
orientasi mencukupi kebutuh -
an pangan saat bulan-bulan
paceklik dari kelebihan pangan
pada bulan-bulan panen raya
atau yang kita kenal dengan
manajemen kebijakan pangan
dalam situasi normal.
Manajemen ketahanan pa -
ngan Yusuf AS bertujuan me -
nyerap dan menyimpan pangan
sebagai cadangan logistik ne -
gara selama beberapa tahun
ketika produksi masih normal
untuk menghadapi tahun-ta -
hun krisis pangan. Pada kasus
Yusuf AS, beliau me nyerap
produksi pangan selama tujuh
tahun—ketika kondisi panen
baik—untuk memenuhi kebu -
tuhan pangan selama tujuh
tahun krisis pangan setelah itu.
Sebagaimana yang diketa -
hui Presiden dalam acara buka
puasanya dengan jajaran Par -
tai Demokrat (22/8). Ia meng -
ingatkan kemungkinan terja -
dinya krisis pangan global
dalam 2-3 tahun yang akan da -
tang. Kalau kita sepakat de -
ngan pandangan Presiden, itu
berarti mulai dari sekarang
sampai 2-3 tahun ke depan kita
harus menerapkan manajemen
ketahanan pangan guna anti -
sipasi krisis sebagaimana yang
dilakukan Yusuf AS.
Manajemen pangan yang
ditujukan untuk menyerap dan
menyimpan pangan pokok
(khususnya beras) dalam jum -
lah yang memungkinkan dapat
menjaga ketahanan pangan
ketika krisis pangan global
mendera.
Paradigma kedua adalah
kemampuan menahan kon -
sumsi pangan yang berlebihan
(QS [12]: 47). Catatan penting
kita adalah paradigma pangan
murah yang kita anut selama
ini sesungguhnya tidak kom -
patibel dengan kebijakan
mana jemen pangan Yusuf
dalam antisipasi krisis.
Paradigma pangan murah
menyebabkan produksi pangan
sulit disimpan dalam cadangan
nasional, apalagi penyimpanan
dalam jumlah besar. Paradigma
pangan murah berimplikasi
produksi dilempar semua ke
pasar untuk menciptakan har -
ga murah, bahkan bila perlu,
lakukan impor agar harga
pangan selalu dalam keadaan
murah.
Dalam konteks sekarang,
ada beberapa kebijakan yang
perlu kita lakukan ketika kita
mengadopsi manajemen pa -
ngan Yusuf AS. Pertama, ber -
kaitan dengan logistik pangan
pokok (beras). Dalam kondisi
normal, umumnya, Bulog me -
nyerap produksi nasional de -
ngan kisaran 4-5 persen per
tahun (sepanjang 2005-2007).
Dalam kondisi yang lebih
populis, seperti menjelang pe -
milu, serapan menjadi lebih
tinggi (8-10 persen per tahun
sepanjang 2008-2009). Fakta
menunjukkan, serapan Bulog
sekitar 8-10 persen dari total
produksi beras tersebut ber -
kontribusi besar dalam stabi -
litas harga pangan nasional. Ini
adalah hasil dari manajemen
stabilitas pangan pokok dalam
kondisi normal.
Kalau kita berkomitmen
dengan manajemen stabilitas
pangan antisipasi krisis, sela -
ma 2-3 tahun ke depan, ca -
dangan Bulog dalam satu ta -
hun harus mampu menang -
gung kebutuhan raskin dan
CBP untuk dua tahun. Kalau
ca dangan beras pemerintah
ditetapkan sekitar 660 ribu ton
dan kebutuhan raskin adalah
2,2 juta ton atau total cadangan
2,8 juta ton per tahun, Bulog
harus menyerap selama kondisi
produksi masih surplus sebesar
4,6 juta ton beras dalam satu
tahun untuk cadangan anti -
sipasi krisis pangan. Untuk itu,
perlu dukungan anggaran yang
memadai dari pemerintah dan
DPR RI.
Agar target penyerapan
logistik untuk kepentingan ca -
dangan nasional antisipasi kri -
sis pangan bisa dicapai, lang -
kah yang perlu ditempuh se -
bagai berikut. Pertaman, in pres
yang membatasi Bulog menye -
rap beras petani berdasarkan
HPP perlu diubah, khususnya
agar Bulog menyerap ga bah/ -
beras petani di atas HPP untuk
kepentingan cadangan nasio -
nal. Kedua, menyerap gabah
dari petani yang sebesar-be -
sarnya. Kalau Bulog tidak
mampu menyerap gabah dari
petani, bisa ditenderkan kepa -
da kalangan swasta yang ber -
sedia dan mampu menyerap
gabah petani. Multiplier effect
dari penyerapan gabah adalah
hal itu akan langsung dirasa -
kan petani karena hampir ti -
dak ada petani yang menjual
dalam bentuk beras sehingga
diharapkan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP) benar-benar
dirasakan petani yang menjaga
motivasi mereka untuk tetap
berproduksi.
Kedua, sumbatan aliran arus
pangan yang terjadi di lapang -
an, khususnya transpor tasi air/ -
laut dan peralatan-pe ra latan
pendukung di pela buh an harus
segera diatasi. Pe me rintah dan
DPR perlu me nye diakan ang -
garan tang gap da rurat trans -
portasi dan dis tri busi pangan
dalam rangka an tisipasi krisis
yang ditujukan untuk menga -
tasi sumbatan-sumbatan distri -
busi pangan yang terjadi dila -
pangan. Misal nya, dalam kasus
sidak peme rin tah (21/8) yang
menemukan crane rusak di
Pelabuhan Be lawan yang meng -
hambat per gerakan bahan
pangan. Ang garan tersebut bisa
digunakan langsung untuk
memperbaiki nya.
Ketiga, melindungi dampak
buruk kenaikan harga pangan
masyarakat miskin. Pemerin -
tah harus menjaga terlaksana -
nya distribusi raskin yang “6
tepat” (tepat jumlah, kualitas,
harga, tempat, waktu, dan sa -
saran) untuk menjaga ketahan -
an pangan mereka.

Dr Andi Irawan
Lektor Kepala Ilmu Ekonomi
Universitas Bengkulu
(Republika 30 Agustus 2010 halaman 4)

Jumat, 27 Agustus 2010

‘Simfoni’ Kehidupan

Kurang lebih 14
abad lalu, di he-
ning malam sepi
Ramadhan,
terjadi peristiwa
pelantikan yang amat suci dan
agung. Hanya akal serta rohani
bersih dan kuat yang mampu
dilantik untuk tugas kerasulan
akhir zaman itu.
Malaikat Jibril yang telah
melantik nabi-nabi sebelum-
nya datang kepada Nabi Mu-
hammad SAW yang ummi di-
perintahkan untuk membaca
kalam Ilahi. (QS Al-Alaq: 1-5).
Pelantikan menjadi rasul
terakhir itu ditandai dengan
turunnya ayat pertama di atas.
Antara kebutahurufan dan
kandungan agung Alquran di
atas bukanlah sebuah kontra-
diksi. Justru hal itu merupakan
bukti bahwa kalam Ilahi ini
tidak lahir dari ciptaan dan ha-
sil pikiran manusia. Namun,
lahir dari kemurnian cahaya
yang memancar dari matahari
ilmu Ilahi dan datang dari ha-
dirat rabbani yang disalurkan
melalui lisan Muhammad SAW.
“Dan tiadalah yang diucapkan
itu (Alquran) menurut hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang
telah diwahyukan (kepada-
nya).” (QS An-Najm 3-4).
Alquran adalah mukjizat
dari kenabian Muhammad
SAW. Setiap rasul yang me -
nyampaikan ajaran Allah sela-
lu dilengkapi dengan mukjizat
yang sesuai dengan perkem-
bangan dan kemajuan kaum-
nya. Tujuan utamanya adalah
untuk membuktikan kebe-
naran kerasulan mereka di
tengah-tengah umatnya.
Mukjizat khusus yang dibe-
rikan Allah kepada Nabi Mu-
hammad SAW haruslah mukji-
zat yang dapat disaksikan dan
diuji sampai akhir zaman, baik
bahasanya maupun isinya.
Oleh karena itu, Allah Yang
Maha Mengetahui memberi
mukjizat berbentuk kitab yang
tertulis untuk dapat diuji dan
dikaji, baik bagi mereka yang
percaya maupun yang tidak
percaya kepada-Nya.

Abad ilmu
Saat ini, Alquran berada
dalam abad ilmu dan filsafat.
Semangat ilmu dan filsafat
adalah semangat bebas berta-
nya. Tidak ada satu pun yang
bebas dari pertanyaan ilmu
dan filsafat. Tidak ada yang
tabu bagi ilmu dan filsafat un-
tuk dipertanyakan. Sebab, ked-
uanya bersifat kritis dan meng-
usik setiap pikiran-pikiran
manusia sampai ke tempat per-
sembunyiannya. Dalam pen-
jelajahan itu, ilmu dan filsafat
berujung pada penolakan atau-
pun pengakuan yang jujur ter-
hadap semua hal.
Ilmu dan filsafat telah me-
lemparkan pernyataan yang
mengusik, How true is the holy
book? (seberapa jauh kebe-
naran kitab suci), tidak terke-
cuali Alquran. Bagi umat Mus-
lim yang biasa membaca Al-
quran tentu agak kaget karena
sebelumnya diingatkan untuk
tidak ragu. Akan tetapi, Allah
Maha Pemilik Masa Depan,
rupanya sudah menghitung
akan datangnya pertanyaan
dari mereka yang tidak percaya
dan memulai segala hal dari
keraguan.
Kebenaran kitab suci yang
dicurigai oleh ilmu dan filsafat
itu dijawab oleh Allah SWT
dalam al-Baqarah ayat 23.
“Dan jika kamu (tetap) dalam
>> resonansi <<
keraguan tentang Alquran
yang kami wahyukan kepada
hamba kami (Muhammad),
buatlah satu surat saja yang
semisal Alquran itu dan
ajaklah penolong-penolongmu
selain Allah jika kamu orang-
orang yang benar.”
Alquran telah berhasil me-
rambat dari tempat nuzul-nya
(turunnya) ke belahan bumi
barat dan timur, utara, dan se-
latan. Dengan perbedaan spek-
trum sosial, budaya, dan politik
yang amat luas, khususnya di
depan rasio ilmu dan filsafat
Barat, Alquran tidak mempu-
nyai pilihan lain, kecuali mem-
persilakan dirinya untuk dikaji
dan diuji mukjizat bahasanya
dan kandungan isinya.
Ribuan, bahkan jutaan ma-
nusia Arab maupun non-Arab
sanggup menghafal Alquran.
Karena mukjizat itu, oriental-
is Perancis, Dr Madares, men-
gatakan Alquran itu adalah
metode Ilahi. Allah menjaga
kemurnian dan kelanjutan
Alquran sampai akhir zaman.
Namun, bagi pemikir Barat
yang telah disentuh “simfoni”
Alquran, hal itu mudah dipa-
hami. Ungkapan seorang sas-
trawan Inggris, Mohammad
Marmaduke Pickthall, dalam
pembukaan tafsirnya The
Meaning of the Glorius Koran
menunjukkan hal itu. Pickthall
mengatakan, ini adalah terje-
mahan pertama Alquran dalam
bahasa Inggris.
Alquran adalah “simfoni”
yang tidak dapat ditandingi
dan hakikat kedalaman ba-
caannya akan menyebabkan
orang menangis dan gembira.
Terjemahan Alquran tidak
akan pernah dapat menggan-
tikan Alquran dalam bahasa
Arab.
Selain itu, Dr Maurice Bu-
caille menemukan, ternyata
penjelasan dari Alquran yang
turun kurang lebih 14 Abad
yang lalu itu, dalam menggam-
barkan asal-muasal manusia,
lebih tepat dari ilmu embriolo-
gi mutakhir. Hal itu secara jelas
ditulis dalam bukunya yang
berjudul The Origin of Man.

Pencerahan
Apa yang telah diuraikan
adalah suatu citra (ideal) dan
hakikat kebenaran yang kita
dambakan. Tujuannya adalah
untuk menuntun kita kepada
jalan Allah. Sisi lain, dalam
Risalah Tauhid, Muhammad
Abduh mengungkapkan bahwa
timbulnya bencana atas umat
Islam hanya berakibat pada
diri mereka sendiri dan tidak
membawa pengaruh apa pun
pada Alquran. Sebab, Allah
telah menjamin untuk memeli-
hara Alquran sehingga menjadi
petunjuk bagi umat manusia.
Bagi kita yang percaya, Al-
quran adalah pusat kehidupan.
Alquran adalah “simfoni” hi-
dup seorang Muslim. Sesaat se-
telah seorang Muslim lahir,
ayahnya membisikkan di telin-
ganya kalimat syahadat dan
takbir dalam azan atau ika-
mah. Seringkali, nama anak-
nya pun diambil dari Alquran.
Setelah mulai bisa bicara, si
kecil yang masih terbata-bata
itu umumnya telah mencoba
menirukan kata amin. Ketika
berumur 7 tahun, si Mus lim
kecil ini kembali membaca su-
rah al-Fatihah dalam shalat-
nya. Bacaannya mungkin be-
lum sempurna, tetapi telah di-
laksanakan dengan penuh ke-
senangan dan kegembiraan.
Dengan demikian, tampak-
lah bahwa Alquran adalah se-
rat yang membentuk tenun
kehidupan dan ayat-ayatnya
adalah benang yang menjadi
rajutan jiwa.

Tarmizi Taher
Mantan Menteri Agama RI
(Republika 27 Agustus 2010 halaman 4)

Kamis, 26 Agustus 2010

Kejahatan Menjelang Lebaran

Poverty is the mother of
crime-Marcus Aurelius
Ma r a k n y a
ak si pe -
ram pokan
atau peng -
garongan
yang di la -
ku kan sekelompok penjahat
bersenjata akhir-akhir ini sa -
ngat merisaukan rasa keaman -
an di masyarakat. Ditengarai,
aksi kriminalitas itu dominan
terjadi karena menjelang Le -
baran, di mana transaksi ke -
uangan tengah bergulir ken -
cang. Ini tentunya menuntut
peran kepolisian atau aparat
keamanan negara agar bisa
mencegah terjadinya angka
kri minalitas ke depan hingga
musim mudik Lebaran nanti
berakhir dan bahkan semes -
tinya hingga kapan pun.
Kepolisian hendaknya lebih
intensif menjaga lokasi-lokasi
di mana masyarakat sekarang
ini banyak melakukan tran sak -
si keuangan, seperti bank,
ATM, toko emas, pasar, pusat
perbelanjaan, dan seterusnya.
Karena bukan tidak mungkin,
selain kelompok penjahat ber -
senjata yang kemarin ini ber -
hasil menggasak Bank CIMB
Niaga dan toko emas, kemung -
kinan masih banyak sekawan -
an kelompok penjahat lain
yang akan melakukan aksi kri -
minalitas menjelang hingga
akhir mudik Lebaran nanti.
Adapun pertanyaan menga -
pa angka kejahatan masih sa -
ngat tinggi? Faktor-faktor kla -
sik umumnya masih menjadi
patokan, seperti kemiskinan,
pengangguran, peningkatan
jumlah penduduk, persaingan
hidup semakin keras, dan
peng hambaan terhadap materi.
Selain itu, boleh jadi para pen -
jahat merasa tingkat keaman -
an juga masih minim dilaku -
kan oleh kepolisian sehingga
me reka berani melakukan
aksi nya dan juga hukum yang
bisa dibilang tidak pasti.
Bagaimanapun, kejahatan
merupakan tindakan antisosial
yang menimbulkan kerugian,
ketidakpatutan dalam masya -
rakat, sehingga dalam masya -
ra kat terdapat kegelisahan, dan
untuk menentramkannya, nega -
ra harus menjatuhkan hu ku m -
an kepada penjahat. Me nurut
M.A. Elliot (1986), ke ja hatan
adalah suatu problem da lam
ma syarakat modern atau ting -
kah laku yang gagal dan me -
lang gar hukum yang ke mudian
dapat dijatuhi hu kuman penja -
ra, hukuman mati, dan hukum -
an denda karena perbuatan
yang telah menye babkan keru -
gian pada orang lain.
Kejahatan atau kriminalitas
bahkan bisa dikategorikan se -
ba gai teror atau terorisme. Ia tak
hanya dinisbatkan pada ge -
rakan keagamaan tertentu. Se -
perti terjadi di belahan Ame rika
Latin pada sekitar dekade 80-
an, di mana pada masa itu ba -
nyak sekali mafia kejahatan
yang melakukan aksi kriminali -
tas, entah perampokan, per edar -
an narkoba, dan pembu nuhan.
Saat itu, karena per edaran nar -
koba, misalnya, me miliki modus
operandi secara transnasional
yang diselun dupkan hingga ke
AS, peme rintah AS menganggap
harus melakukan perang
terhadap narkoba dan jenis
kejahatan lainnya.
Pemerintah AS akhirnya
me mainkan politik terorisme
di se jumlah negara Amerika
Latin, se perti Nikaragua, Ku -
ba, Meksi ko, dan lainnya. Ha -
nya berbeda bentuk subjeknya,
jika di Ame rika Latin subjek
te rorisme di kaitkan dengan
isu-isu krimi na litas dan pem -
berontakan, sub jek terorisme
di negara-ne gara berbasis
Islam dikaitkan de ngan isu-isu
militansi ke agama an dan fun -
damentalisme Islam.
Upaya-upaya penang gu -
lang an kejahatan dan krimi -
nalitas dapat ditempuh dengan
tiga hal. Pertama, penerapan
hu kum pidana yang ketat (cri -
minal law application). Tiap
warga negara yang terlibat
kejahatan, tak boleh tidak ha -
rus dihukum sesuai per buat -
annya. Kedua, pencegahan
tan pa pidana (prevention with -
out punishment), tapi negara
menyediakan tempat-tempat
rehabilitasi bagi setiap pelaku
kejahatan dan negara harus
membuat kebijakan-kebijakan
yang pro-kesejahteraan untuk
masyarakat. Ketiga, meme nga -
ruhi pandangan masyarakat
mengenai kejahatan dan pe mi -
danaan lewat media massa.
Dari tiga itu, penang gu lang -
an kejahatan dapat disim pulkan
pada dua cara, yaitu perpaduan
antara sarana penal dan non pe -
nal. Sarana penal adalah pem -
berlakuan hukum secara tegas.
Upaya itu dilakukan karena
hukum saja tidak akan mampu
menjadi satu-satunya sarana
dalam upaya penanggulangan
kejahatan yang begitu kom -
pleks yang terjadi di masya ra -
kat. Hukum bukan satu-satu -
nya faktor yang menghi lang -
kan akar terjadinya kejahatan.
Adapun batas-batas ke -
mam puan hukum sebagai sa -
rana kebijakan penanggu lang -
an kejahatan adalah karena
hu kum hanya merupakan ba -
gian kecil (subsistem) dari sa -
rana kontrol sosial yang tidak
mungkin mengatasi masalah
kejahatan sebagai masalah ke -
manusiaan dan kemasyarakat -
an yang sangat kompleks.
Pencegahan kejahatan pada
dasarnya merupakan tujuan
utama dari kebijakan krimina -
litas. Pernyataan yang sering
diungkapkan dalam kongreskongres
PBB mengenai the pre -
vention of crime and the treat -
ment of offenders, yaitu, perta -
ma, pencegahan kejahatan dan
peradilan janganlah dilihat se -
bagai problem yang terisolasi
dan ditangani dengan metode
yang simplistik, tapi seha rus -
nya dilihat sebagai masalah
yang lebih kompleks dan harus
ditangani dengan kebijakan
yang menyeluruh. Kedua, pen -
cegahan kejahatan harus dida -
sar kan pada penghapusan se -
bab-sebab dan kondisi-kondisi
yang menyebabkan timbulnya
kejahatan itu sendiri.
Kejahatan merupakan pro -
duk dari masyarakat sehingga
apabila kesadaran hukum te lah
tumbuh dimasyarakat, ke mu -
dian ditambah dengan ada nya
upaya strategis melalui ko la -
borasi antara sarana penal dan
nonpenal, dengan sendiri ting -
kat kriminalitas akan tu run se -
hingga tujuan akhir po li tik kri -
minal, yaitu upaya per lin dung -
an masyarakat (social defence)
dan upaya mencapai kesejah -
teraan masyarakat (so cial wel -
fare) akan dapat ter wujud.

Ismatillah A. Nu’ad
Peminat Historiografi
Indonesia Modern
(Republika 26 Agustus 2010 halaman 4)

Rabu, 25 Agustus 2010

LPG dan Kemerdekaan

Saat ini, sebuah
per ubahan besar
sedang berlang -
sung pada ma -
sya rakat Indo ne -
sia. Dimotori oleh
kaum ibu rumah tangga yang
dengan sukarela mengalihkan
mind set dan kebiasaan mereka
dari penggunaan minyak tanah
ke LPG, yang kemudian ber -
imbas pada meningkatnya
peng hematan pengeluaran
bang sa Indonesia.
Dari hasil survei Badan Ke -
bijakan Fiskal (BKF), 2008, ter -
ungkap satu kepala keluarga
(KK) di seluruh penjuru Nu -
san tara bisa menghemat pe -
nge luaran mereka hingga Rp
23.000 tiap bulan karena meng -
gunakan LPG. Itu berarti da -
lam setahun tiap KK bisa
meng hemat sebesar Rp 400.000
atau Rp 14 triliun secara kese -
luruhan. Program konversi ke
LPG juga diperkirakan menye -
babkan penghematan subsidi
BBM (Bahan Bakar Minyak)
sebesar Rp 21 triliun per tahun
berkat jerih payah 52 juta KK
se-Indonesia yang beralih ke
LPG. Artinya, saat 8 juta kl mi -
nyak tanah terkonversi ke LPG
kelak, negara mendapat ban -
tuan lebih dari Rp 400.000 tiap
tahun dari rakyatnya. Sungguh
sebuah pencapaian yang luar
biasa di tengah maraknya korupsi
di Tanah Air.
Oleh karena itu, sudah se -
pantasnya pemerintah mele bar -
kan lingkup program kon versi
BBM ke gas untuk sektor in dus -
tri, transportasi, dan lis trik. Saat
ini, sektor rumah tang ga, indus -
tri, transportasi, dan lis trik ma -
sih bergantung pada peng guna -
an BBM hingga 60 juta kl per
tahun. Penulis yakin, an daikan
saja peme rin tah mam pu mengu -
rangi kon sum si BBM hingga se -
tengah nya pada ke empat sektor
ter sebut dengan mengalihkan -
nya ke gas, pasti nya negara
mam pu meng hemat jauh lebih
dari Rp 21 triliun per tahun. Pa -
salnya, saat berhasil mengon -
versi 8 juta kl minyak tanah ke
LPG, diper ki rakan da lam seta -
hun negara bisa meng hemat Rp
21 triliun dan rakyat bisa meng -
hemat pengeluarannya sebesar
Rp 14 triliun. Kelak ketika pa -
ra peng usaha menggu nakan gas,
tentu akan menghemat biaya
operasional mereka.

Program Dapur Sehat
Negara harus melaksanakan
program dapur sehat secara in -
tensif dan berkelanjutan. Hal
ini didasarkan oleh dua alasan.
Pertama, sejatinya pengguna -
an LPG oleh para ibu rumah
tang ga merupakan sebuah pro -
ses produksi. Hasil dari pro duk -
si mereka adalah produk yang
amat dibutuhkan negara, yaitu
penghematan uang sub sidi dan
uang rakyat. Alasan ke dua, ten -
tu saja program da pur sehat ha -
rus dijaga kelang sungannya de -
mi menjamin ke selamatan dan
keamanan para pengguna LPG
yang telah ber hasil me main kan
peran sen tral nya se bagai pah -
lawan ener gi sejati.
Adapun yang dimaksud de -
ngan dapur sehat bukanlah da -
pur mewah bermaterial mahal.
Dapur sehat adalah dapur se -
derhana yang dilengkapi de -
ngan bukaan yang memung -
kin kan terjadinya pertukaran
dan aliran udara, serta bersih.
Pasalnya, jendela dalam dapur
sangat dibutuhkan agar gas
yang keluar dari selang atau
regulator dan tabung LPG
yang bocor bisa terbawa angin
sehingga para penggunanya
terbebas dari endapan gas yang
memicu ledakan saat mereka
hen dak menyalakan kompor
gas. Hal ini dimungkinkan ka -
rena karakteristik LPG mudah
terbawa aliran udara. Di sam -
ping itu, pemerintah harus
menyosialisasikan kebiasaan
membersihkan dapur agar sisasisa
dan percikan masakan ti -
dak mengundang datangnya ti -
kus, kecoa, dan semut yang ba -
kal mencemari alat-alat masak
dan makan sehingga menim -
bul kan penyakit. Bahkan, tikus
bukan hanya membawa penya -
kit pes, melainkan juga bisa
melubangi selang kompor gas
lewat gigitannya sehingga me -
nyebabkan kebocoran LPG.
World Energy Assessment
juga mengeluarkan publikasi
bersama UNDP, Unite Nation
Department for Economic and
Social Affairs dan the World
Energy Council, yang memprediksi
besarnya bahaya yang
mengancam para ibu dan anakanak
miskin kota ibarat me rokok
dua bungkus rokok dalam
sehari. Lembaga inter nasional
itu mencatat, akibat asap killer
from kitchen satu nyawa mela -
yang setiap 20 de tik atau 1,6
juta orang tewas tiap tahunnya.
Buruknya dampak kesehat -
an yang ditimbulkan oleh da -
pur yang tidak sehat mendo rong
WHO dan UNDP meng giatkan
penggunaan LPG di kalangan
rumah tangga lan tar an sifatnya
yang lebih bersih, murah, dan
ramah lingkungan sehingga ti -
dak membahayakan kesehatan
penggunanya. Di ln donesia,
sejak beralihnya ma sya rakat ke
LPG, sebanyak 7 juta kl minyak
tanah tidak lagi dibakar dan
menghasilkan gas karbon mo -
no ksida yang ber bahaya ter se -
but. Udara pun ter bebas dari
polusi.
Sementara itu, menurut pe -
nulis, sisa dari saving akibat
pro gram konversi ke LPG,
digunakan untuk membangun
infrastruktur gas alam untuk
sektor industri, transportasi,
dan listrik dalam rangka mele -
barkan cakupan target pro -
gram konversi ke gas.
Hal ini penting dilakukan
karena In donesia kaya akan
gas bumi, tapi ironisnya hingga
kini lebih banyak dinikmati
oleh bangsa lain. Eksploitasi
gas alam oleh negara-negara
asing sudah se harusnya di -
hentikan dengan menggiatkan
penggunaan gas alam di dalam
negeri. Terlebih, pengalihan
BBM ke gas pada ketiga sektor
tersebut akan menghasilkan
penghematan yang luar biasa.
Selanjutnya, sebagai balas jasa
negara, dana tersebut harus
dikembalikan pada rakyat da -
lam bentuk pe nyediaan sekolah
dan rumah sakit bermutu ting -
gi tetapi mu rah, jalan, jem -
batan, monorail, dan berbagai
bentuk mass trans portation
lainnya yang mampu menyetop
kemacetan di Jakarta dan kota
besar lain nya. Dengan demi -
kian, diha rap kan rakyat Indo -
nesia mam pu menjangkau pen -
didikan tinggi, sehat, dan se -
jahtera.
Penulis yakin, efek domino
yang ditimbulkan dari program
konversi ke gas pada empat
sek tor tersebut sungguh me -
nga gumkan. Di antaranya, ber -
munculan berbagai terminal
LPG dan LNG, industri trans -
portasi pengangkutan LPG dan
LNG, termasuk industri manu -
faktur kapal karena sebagian
besar wilayah Indonesia terse -
bar di antara lautan luas dan
industri rumah tangga lainnya.
Tak bisa dimungkiri, begitu
dahsyat dampak ekonomi, so -
sial, dan kesehatan yang diha -
silkan oleh program konversi
ke gas sehingga sudah sepan -
tasnya program ini menjadi ke -
butuhan rakyat Indonesia agar
bisa keluar dari ceng ke ram an
kemiskinan, pengang guran,
dan kebodohan.
Yang lebih pen ting lagi, ber -
kat pro gram konversi, Indo -
nesia akan me mi liki ketahanan
dan keman dirian energi. Tentu
saja hal ini amat dibutuhkan
agar Indonesia mampu melejit
sebagai bangsa yang visioner
dan punya nasionalisme tinggi
karena mampu memanfaatkan
kekayaan alam sebesar-besar -
nya untuk kemakmuran bang -
sanya sendiri.

Wahyudin Akbar
Pemerhati Energi
(Republika 25 Agustus 2010 halaman 4)

Senin, 23 Agustus 2010

OJK dan Masalah Pengawasan

B abak pembentuk -
an Otoritas Jasa
Keuangan (OJK)
telah memasuki
fase penting,
pem bahasan di DPR. Ketua
Panitia Khusus (Pansus) RUU
OJK, Nusron Wahid dari Fraksi
Partai Golkar, menyampaikan
bahwa RUU OJK baru akan
mulai dibahas setelah masa
reses berakhir atau saat dimulainya
masa Sidang V DPR RI,
tepatnya pada 18 Agustus 2010.
Hal ini berarti waktu untuk
pembahasan di Pansus RUU
OJK hanya akan memiliki
tenggat empat bulan apabila
kita konsisten menjalankan isi
Pasal 34 ayat 2 Undang-Un -
dang Nomor 3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia. Pasal
ini mengamanatkan pembentukan
OJK harus sudah dila -
kukan selambat-lambatnya pa -
da 31 Desember 2010.
Pembentukan OJK—sebagai
lembaga pengawas sektor jasa
keuangan—akan menaungi
tiga sektor utama: perbankan,
pasar modal, dan industri ke -
uangan nonbank (IKNB). Hal
ini tidak saja menarik perhati -
an masyarakat karena begitu
besarnya peran yang akan
diemban dengan melibatkan
berpuluh ribu unit usaha sek -
tor perbankan yang selama ini
berada dibawah kendali Bank
Indonesia dan Kementerian
Keuangan melalui BAPEPAM/
LK, tapi konsep yang diusung
dalam pembentukan OJK ini
masih terdapat begitu banyak
poin kontradiktif yang menunjukkan
bahwa sebenarnya kon -
sep OJK yang ditawarkan be -
lum siap untuk diimplementasikan.
Dari sekian banyak
aspek kelemahan dari pembentukan
OJK, tulisan ini akan
secara khusus menyoroti bagai -
mana konsep pembentukan
OJK tidak memiliki semangat
yang cukup untuk berusaha
memperbaiki sistem peng awas -
an sektor keuangan diban ding -
kan proses yang ada selama ini,
bahkan pembentukan OJK
berpotensi hanya akan menjadi
sebuah kemubaziran.
Menurut naskah akademis
RUU OJK, pembentukan OJK
sebagai otoritas pengawas
sektor keuangan dilandaskan
beberapa alasan utama, yaitu
(i) independensi, (ii) integrasi
untuk menghindarkan diri dari
konglomerasi dan arbitrase
peraturan, serta (iii) menghindari
benturan kepentingan.
Bahkan, sebagaimana publik
memahami, alasan-alasan ter -
sebut lantas diperkuat dengan
isu-isu terkini, seperti adanya
kegagalan Bank Century dan
skandal surat berharga PT
Antaboga hingga perbedaan
pencapatan di Bank Capital
yang menurut beberapa pihak
menjadi fakta bahwa sistem
pengawasan dan pengaturan
yang ada selama ini (status
quo), baik di Bank Indonesia
maupun BAPEPAM/LK, belum
cukup baik untuk mampu
men jaga stabilitas sektor ke -
uangan di Indonesia. Sejauh
ini, memang pembentukan
OJK terlihat sebagai langkah
meyakinkan yang harus segera
dilakukan.
Menanggapi hal tersebut,
pemerintah melalui Tim Pa -
nitia Antardepartemen RUU
tentang OJK mendesain konsep
OJK dengan model unified su -
pervisory yang dianggap akan
menjadi jawaban atas semua
permasalahan yang selama ini
ada di sektor perbankan. Na -
mun, ternyata konsep yang
diusulkan memiliki semangat
yang jauh berbeda dari upaya
untuk memperbaiki sistem
status quo. Hal ini dengan
mudah dapat kita temukan
dalam perumusan RUU OJK
yang telah diserahkan peme -
rintah ke DPR. Dalam RUU
ter sebut, dinyatakan bagai -
mana hampir semua sarana
pendukung operasional OJK
berasal dari lembaga status
quo. Hal ini dimulai dari Ke -
tentuan Peralihan Pasal 46
ayat (2) yang mengisyaratkan
dua tahun pertama anggaran
OJK untuk pengawasan dan
pengaturan di bidang perbankan
berasal dari anggaran
Bank Indonesia. Kemudian,
Pasal 48 ayat (1) dan ayat (2)
yang mengatur peralihan sta -
tus kepegawaian dari Bank
Indonesia dan BAPEPAM/LK
kepada OJK. Ada lagi Pasal 49
ayat (1) dan (2) yang mengatur
peralihan infrastruktur dan
kekayaan negara dari Bank
Indonesia dan BAPEPAM/LK
untuk digunakan oleh OJK.
Kontradiksi itu lantas ditutup
dengan Ketentuan Penutup
Pasal 50 ayat (1) dan (2) yang
menugaskan Bank Indonesia
dan BAPEPAM/LK untuk
menyiapkan perangkat dan
infrastruktur yang dibutuhkan
oleh OJK agar menjalankan
tugas dan wewenangnya.
Dari penjabaran tersebut,
dapat kita lihat bahwa sebenarnya
OJK dibentuk hanya
berupa ‘ganti baju’ dari sistem
status quo yang sedang berjalan.
Mulai dari anggaran,
pegawai, aset, hingga penyediaan
infrastruktur dan perang -
kat awal berasal dari Bank
Indonesia dan BAPEPAM-LK.
Lantas, apa yang baru dari
OJK ini? Terlepas dari begitu
enaknya OJK mendapatkan
kemudahan untuk operasio nal
awalnya. Namun, yang lebih
penting dari proses ‘ganti baju’
ini adalah tidak adanya sema -
ngat yang cukup bagi OJK un -
tuk memperbaiki sistem peng -
awasan dan pengaturan status
quo. Bahkan, konsep ‘ganti ba -
ju’ ini diperkuat dengan per -
nya taan dari Tim Panitia
Antardepartemen RUU tentang
OJK yang sering mengibarat -
kannya dengan ‘bedol desa’.
Hal ini kemudian secara jelas
menggambarkan bagaimana
proses pembentukan OJK
hanya akan menjadi ajang perpindahan
sumber daya yang
‘ganti baju’, tetapi dengan ‘isi’
yang sama.
Permasalahan yang sama
akan kita temukan juga dalam
konsep Dewan Komisioner
OJK (DK-OJK). Posisi DKOJK
akan menjadi posisi yang
prestisius, mengingat posisi DK
adalah pucuk pimpinan tertinggi
di OJK yang akan men -
jadi otoritas atas kumpulan in -
dustri yang memiliki total nilai
aset lebih dari Rp 2.000 triliun.
Sehingga, publik seba gai pe -
milik dana sektor ke uang an
perlu memastikan bahwa dana
mereka benar-benar diawasi
dan diatur oleh pimpinan yang
kredibel di OJK.
Dari total jumlah anggota
DK sebanyak tujuh orang,
empat di antaranya berasal
dari lembaga yang merupakan
sumber fungsi pengawasan dan
pengaturan yang diambil alih
oleh OJK. Sebanyak satu orang
berasal dari ex officio Bank
Indonesia, satu orang berasal
dari ex officio pejabat eselon
satu Kementerian Keuangan
dan dua orang berasal dari
pilihan presiden yang direko -
mendasikan oleh Kementerian
Keuangan dan sisa tiga orang
di antaranya berasal dari ke -
pala eksekutif pengawas. Ter -
n yata, unsur DK di dalam OJK
masih kental dengan pengaruh
kedua lembaga tersebut.
Lantas, pertanyaan yang
sama kembali mencuat di
benak kita, apa yang baru dari
OJK ini? Sebab, sumber daya
OJK terbukti tidak berasal dari
suatu semangat baru penga -
wasan dan pengaturan sektor
keuangan. Bahkan, unsur DK
sebagai pucuk pimpinan OJK

pun juga tidak berasal dari
pihak status quo.


Ganendra Widigdya
Mahasiswa Fakultas Ekonomika
dan Bisnis UGM
(Republika 23 Agustus 2010 halaman 4)

Moratorium Pemekaran

Analisis peme -
karan daerah
dalam tulisan
ini memakai
model organisme
dalam
teori organisasi (Hatch: 1997).
Negara bangsa adalah organisme
besar, bukan sebuah
benda fisik atau benda mati
atau sebuah mesin, bahkan
menyangkut birokrasi yang
hidup di dalamnya, bak bagian
dari organisme besar tersebut.
Karena dinilai gagal, saat ini
pemekaran daerah di Indonesia
masuk pada momentum moratorium.
Bangsa ini menunggu
keseriusan kebijakan tersebut
dilaksanakan. Tulisan ini
meng upas pandangan organisme
melihat kebijakan tersebut
di mana organisme mana -
pun membutuhkan sumber
daya hidup untuk terus eksis
di dunia.

Organisme Mengembang
Pemekaran daerah merupakan
pengembangan organisme
negara bangsa. Dalam era
reformasi, faktor pengembang
utama adalah didorongnya
demokratisasi. Demokrasi
memperkuat nilai individu.
Hubungan negara-individu
menjadi longgar. Kekuatan inti
negara ada dalam unit pemerintahan
yang terdiri atas para
pengambil kebijakan dan
pelaksananya. Kebijakan tersebut
sendiri untuk kepentingan
keseluruhan anggota organisme
negara bangsa, bukan
kepentingan para pengambil
kebijakan (matra politik) dan
pe laksananya (matra administratif-
birokrasi) semata.
Organisme negara bangsa
Indonesia ini besar karena ang -
gota dan ruang yang besar. Un -
tuk itu, terdapat satu hubungan
organisme yang kompleks
dengan diciptakannya organisme
sub-sub nasional di dae -
rah. Hubungan-hubungan
yang tercipta dalam organisme
negara bangsa Indonesia pun
mengalami pengembangan
yang luar biasa sejak reformasi.
Bak tata surya, makin bergerak
ke luar (centrifugal).
Dengan demikian, menciptakan
daerah baru menambah
besar organisme negara bangsa
Indonesia. Yang menjadi soal,
apakah organisme tersebut
akan eksis dengan sumber daya
yang tersedia?
Pemekaran menambah kom -
pleks organisme karena mencip -
takan sub-matra politik dan
sub-matra administratif-birokrasi
di berbagai tempat yang
membutuhkan sumber daya
yang besar untuk tetap eksis.
Organisme negara bang sa ini
harus eksis dengan me miliki
tujuan hidup yang ter arah. Di -
gerakkan oleh inti yang efisien
dan efektif di level nasional.
Karena itu, penggerak organisme
negara bangsa ini mesti
memiliki kekuatan yang besar.
Jika pemekaran tanpa ken -
dali, dibarengi oleh fragmentasi
matra politik-administrasi
nasional yang makin besar,
bukan tidak mungkin pada
titik tertentu terjadi big-bang
explosion dari organisme tersebut.
Dengan kata lain, perpecahan
atau kebangkrutan
organisme negara bangsa ter -
jadi.
Tanda-tanda fragmentasi
(bukan menyalahkan demokrasi)
di tingkat nasional
tengah terjadi. Sebagai indikator
dapat disebutkan di sini,
antara lain: tumbuh suburnya
partai politik, peran (keberadaan)
Dewan Perwakilan
Daerah yang ingin dikuatkan,
diembuskannya keinginan hak
politik TNI-Polri, swastanisasi
yang gencar, standar HAM
yang mengacu pada praktik
organisme negara bangsa de -
ngan tolok ukur tinggi, lem -
baga negara setingkat peme -
rin tah yang makin plural, dan
lain-lain.
Di tingkat lokal pun terjadi
kekuatan mengembang yang
besar, bahkan bisa dikatakan
bahwa kekuatan mengembang
di atas berbarengan dengan ke -
kuatan mengembang di tingkat
lokal sehingga bisa dilihat berbentuk
horizontal. Berbeda
dengan pada masa Orde Baru
yang tidak terjadi pengembangan,
malah terjadi proses
penumpukan. Sebetulnya, bisa
saja pengembangan di tingkat
lokal dibarengi dengan pengelolaan
matra politik dan administratif-
birokrasi nasional
yang efisien dan efektif berupa
pengembangan model stupa.
Elemen-elemen dalam organisme
tersebut harus memperhitungkan
kelangkaan sumber
daya yang ada dalam ruang ke -
hidupannya sendiri. Tam bah -
an sumber daya harus dilakukan
dengan membuka pasar di
luar ruang kehidupannya. Eks -
por apa pun barang dan ja sa
dari Indonesia keluar negeri
harus terus digalak kan. Eks -
traksi sumber daya alam harus
dilakukan dengan memperhatikan
keberlanjutan.
Konstruksi tata kelembagaan
dasar yang visioner harus
ditetapkan terlebih dahulu.
Semua elemen organisme harus
mampu berpikir jernih ke
depan, ratusan bahkan ribuan
tahun, mau seperti apa organisme
bangsa kita; atau dengan
kata lain, UUD kita seba -
gai basic law sudah seharusnya
mengandung kalimat-kalimat
yang lebih abstrak, kembali
untuk menampung berbagai
kemungkinan ke depan dalam
perubahan organisme negara
bangsa kita.
Mungkinkah kita harus
menganut federalisme? Berba -
gai indikator untuk kekuatankekuatan
centrifugal tanpa
menghilangkan keindonesiaan
harus sudah dipikirkan sejak
sekarang ke arah organis -
me horizontal, atau melawan
gerakan centrifugal tersebut
agar kekuatan mengembang
tetap dapat dikelola dengan
lebih efisien dan efektif ke arah
organisme stupa.
Model stupa ini dilakukan
dengan tetap mengembang -
kan bottom-up planning, de -
mo kratisasi nasional yang lebih
baik dengan visi dan stan -
dar yang cocok dengan kultur
struktur nasional Indonesia,
desentralisasi (pemekaran
daerah) yang terukur dan terkelola,
sumber daya untuk ke -
pentingan kemajuan ekonomi
masyarakat, penggalian sum -
ber daya alam sendiri yang berorientasi
pada kemajuan, eks -
por-impor terkendali, dan
swastanisasi yang terarah.
Gerakan kultural keindonesiaan
tentu harus gencar. Mo -
del stupa lebih mudah ketimbang
model horizontal yang
harus benar-benar menelan
biaya yang besar untuk menye -
imbanginya agar tidak ter -
jadi big-bang explosion.

Irfan Ridwan Maksum
Guru Besar Ilmu Administrasi
Negara FISIP-UI
(Republika 23 Agustus 2010 halaman 4)

Rabu, 18 Agustus 2010

Kearifan Sufi

Ada sebuah kisah
sufi yang sung -
guh menarik di -
renungkan. Sua -
tu hari, Abu Yazid
al-Bus thami
ber sama temannya mencuci
pa kai an di tengah padang. Saat
tiba waktu menjemur, sang te -
man berkata, “Gantung saja
pakaian ini di tembok dengan
memutar.” Mendengar usulan
temannya, Abu Yazid kontan
menjawab tidak setuju, “Ja -
ngan menyelipkan baju di tem -
bok orang.” Karena tidak di se -
tujui, sang teman memberikan
pilihan lain, “Kalau begitu, je -
mur saja di pohon.” Abu Yazid
kembali mencegah, “Jangan,
nanti rantingnya bisa patah.”
Mendapat penolakan kedua
kalinya, sang teman mulai
heran, “Apakah kita jemur di
atas rumput?’ Lagi-lagi, Abu
Yazid menunjukkan ketidaksenangannya,
“Jangan, rumput
itu makanan binatang.” Sertamerta,
Abu Yazid meletakkan
pakaian yang masih basah itu
di punggungnya. Begitu sisi
pakaian kering, ia balik lagi
untuk sisi lain hingga kering
keseluruhan dan dipakainya
kembali.
Sikap dan pandangan sufi ini
perlu diangkat ulang di te ngah
maraknya keinginan un tuk me -
nguak kembali kearif an-kearif -
an lokal (local genius), baik yang
bersumber dari ke agama an
mau pun komunitas lokal dalam
rangka turut meng atasi krisis
lingkungan de wasa ini.
Dalam pandangan sufi, se -
mua yang ada di alam semes ta
adalah makhluk Allah yang
harus dipiara dan dilindungi.
Manusia menempati posisi
yang sangat istimewa dalam
ke seluruhan tatanan alam se -
mesta dan kosmik. Manusia di -
pandang sebagai tujuan akhir
penciptaan juga sekaligus se -
ba gai khalifah Tuhan di muka
bumi. Karena alasan tersebut,
manusia telah diberikan hak
untuk mengelola alam.
Bagi para sufi, alam tidak
akan pernah menjadi semata
objek-objek yang mati untuk
mengabdi pada manusia. Alam
adalah sebuah wujud hidup
yang mampu mencinta dan di -
cinta. Jika manusia modern
cenderung melihat alam hanya
dari aspek fisiologis dan kuantitatifnya
serta memandang
bah wa alam harus dikontrol
dan dikuasai demi semata-ma -
ta kepentingan manusia, para
sufi justru melihatnya sebagai
simbol. Dari simbol-simbol
alam itu, dapat ditangkap isya -
rat mengenai realitas-realitas
yang lebih tinggi.
Alam adalah cermin universal
yang memantulkan apa pun
yang ada di dunia. Keberadaan
alam menjadi sebuah panorama
simbol yang luas, yang
berbicara kepada manusia dan
memiliki makna baginya. Da -
lam konteks inilah, seorang sufi
menyebut alam sebagai ba -
yang an, yakni bayangan dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Dari lubuk alam yang da -
lam, manusia harus berusaha
mengatasi alam, dan alam sen -
diri yang berfungsi sebagai
tangga. Keberadaan alam da -
pat bertindak sebagai peno -
pang dalam proses ini. Dari do -
rongan untuk mentransenden
alam dan juga untuk menyeberangi
jurang antara pengetahuan
teoretis dan pengetahuan
diri yang terealisasi, ide
tentang pengembaraan spiritual,
muncul ke permukaan da -
lam begitu banyak karya mis -
tik dan filosofis.
Dalam keseluruhan karya
dan langkah para sufi sangat
terbaca pemikiran yang meng -
ungkapkan secara simbolis dan
indah mengenai pelajaran me -
reka sendiri ke dunia spiritual.
Semua ini tidak berarti hanya
cerita-cerita fiktif, tetapi merupakan
refleksi dari perjalanan
spiritual mereka ke pada realitas
sejati, al-Haqq.
Bagi para sufi, tempat kita
hidup sekarang hanyalah satu
dari dunia lainnya. Ia bertindak
sebagai tangga dan hanya
melalui tangga itulah manusia
bisa melakukan pendakian spi -
ritual, mi’raj untuk bisa menu -
ju puncak wujud, yaitu Tuhan.

Pemaknaan khalifah
Salah satu ayat di dalam Al -
quran yang mengandung ni lai
antroposentrisme adalah Surah
Albaqarah ayat 30, yakni Tuhan
hendak menempatkan ma -
nusia sebagai khalifah. Me -
nariknya, terdapat dialog Tuhan
dengan malaikat soal pe -
nempatan manusia sebagai
kha lifah di bumi. Malaikat me -
ngatakan, mengapa Tuhan
men ciptakan manusia yang ba -
kalan merusak bumi itu.
Perlu diingat, jika Islam di -
lihat hanya pada tataran for -
mal melulu, jantung dari Islam
itu, yakni tasawuf akan terabaikan
begitu saja. Padahal,
pandangan tasawuf inilah yang
dapat menjelaskan pengertian
khalifah secara baik.
Dalam tradisi tasawuf, ma -
nusia ada lah lokus manifestasi
diri-Nya. Karena Tuhan tidak
terbatas, manifestasinya pun
tidak terbatas. Sebagaimana
manusia, alam pun merupakan
manifestasi Tuhan. Hal ini me -
nunjuk kan bahwa alam memiliki
di mensi spirit atau roh.
Dengan demikian, perlakuan
manusia terhadap alam memiliki
kesetaraan, yakni samasama
lokus manifestasi Yang
Sakral.
Sedangkan khalifah yang
dimaksud adalah bagaimana
manusia dapat menyerap selu -
ruh manifestasi Tuhan, yang
salah satunya adalah alam, ke
dalam dirinya. Maka itu, kha -
lifah dimaksud bukanlah dominasi
terhadap alam, melainkan
bagaimana manusia mengha -
yati Yang Sakral hadir dalam
alam. Dan, pada akhirnya ma -
nusia dapat memanifestasikan
Yang Sakral secara sempurna
atau menjadi Manusia Univer -
sal (al-Insan al-Kamil).
Dalam menganalisis krisis
lingkungan, Seyyed Hussein
Nasr dalam bukunya The En -
counter of Man and Nature
(Lon don, George Allen & Un -
win Ltd 1968) bertolak dari pe -
mahaman sufi yang menegas -
kan bahwa alam merupakan
teofani (tajalliy) Tuhan yang
menyelimuti dan sekaligus
meng ungkap kebesaran Tuhan.
Lingkungan alam ada lah tan -
da-tanda (ayat) Tuhan yang
tampak (al-syuhud). Je lasnya,
Tuhan adalah ‘Ling kung an’
tertinggi yang menge lilingi dan
mengatasi manu sia. Alquran
sendiri menyebutnya Tuhan itu
sebagai Al-Muhith (Yang Serba
Mencakup). Al-Muhith itu sen -
diri juga berarti lingkungan.
Kesadaran ini merupakan
sebuah upaya untuk menjembatani
jurang yang memisah -
kan manusia dari Tuhannya.
Dengan melaksanakan segala
kewajiban syariat dan memperbanyak
zikir untuk mengingat-
Nya, berusaha memperkecil
perbedaan antara Tuhan
yang Mahasuci dan roh ma -
nusia yang kotor karena pe ng -
aruh hawa nafsu.

Marwan Ja’far
Ketua Fraksi PKB DPR RI
(Republika 18 Agustus 2010 halaman 4)

Menyongsong RUU Pengadaan Tanah

Dalam waktu dekat,
DPR akan segera
mem bahas RUU
Peng adaan Tanah un -
tuk Kepentingan Umum yang
diajukan oleh pemerintah. Pem -
bahasan ini merupakan kemajuan
positif dalam mengatasi
persoalan pembebasan tanah
yang menjadi faktor utama terhambatnya
pembangunan infrastruktur
di Indone sia.
Mekanisme pengadaan ta nah
untuk proyek infrastruktur pub -
lik selama ini belumlah efektif
akibat masih terkendala oleh
peraturan perundangan, yang
belum memberikan ja minan dan
kepastian bagi para investor.
Berkaca dari negara tetangga
Malaysia, pembebas an lahan
adalah menjadi tanggung jawab
penuh pemerintah. Hal ini ka -
rena banyak faktor sosial dan
politik yang harus diselesaikan
dan hal itu merupakan tanggung
jawab peme rintah.
Terhambatnya proses peng -
adaan tanah telah menyebab -
kan penurunan tingkat kela -
yakan investasi karena waktu
yang terbuang percuma akibat
molornya pembebasan lahan.
Padahal, dampak dari keterlambatan
pengadaan tanah
menimbulkan naiknya harga
tanah, biaya konstruksi yang
membengkak, biaya operasi
bertambah, dan sistem jaringan
tidak terhubung tepat waktu.
Secara makro, keterlambatan
tersebut menimbulkan hambatan
di sektor transportasi
sehingga distribusi barang
men jadi tidak lancar. Ujungujungnya
adalah ekonomi bia -
ya tinggi yang diperkirakan
men capai angka 30 persen.
Untuk mengatasi persoalan
di pembebasan lahan, sebelumnya
pemerintah menempuh
opsi, dana pengadaan lahan te -
tap menjadi bagian dari investasi
bisnis jalan tol yang harus
ditanggung pemerintah. Na -
mun, opsi ini tetap mengha -
ruskan pemerintah menyiapkan
dana talangan pembebas -
an lahan dalam Badan Layan -
an Umum (BLU).

Perpres No 13 Tahun 2010
Sebagai perubahan dari
Per pres No 67 Tahun 2005, Per -
pres No 13 Tahun 2010 tentang
Kerja Sama Pemerintah dan
Badan Usaha dalam Penyedia -
an Infrastruktur ini memiliki
banyak terobosan baru, dalam
mengatasi masalah pembebasan
lahan dan pembiayaan.
Berbeda dengan perpres sebe -
lum nya, perpres ini mengama -
natkan Tim Independen yang
bertanggung jawab untuk me -
lakukan pembebasan tanah
dengan dana dari pemerintah/
pemerintah daerah.
Secara normatif dukungan
pemerintah diberikan dalam
hal insentif perpajakan, kemudahan
perizinan, serta jaminan
dalam bentuk kompensasi fi -
nansial. Selain itu, melalui Per -
pres No 13 Tahun 2010 ini,
investor bisa menjadi pemrakarsa
proyek infrastruktur
dengan kritera yang telah ditetapkan.
Bahkan, investor bisa
mengambil alih saham secara
langsung pada proyek yang
mangkrak.

RUU Pengadaan Tanah
Dalam waktu dekat, DPR
akan membahas RUU Penga -
daan Tanah untuk Kepenting -
an Umum yang akan diajukan
oleh pemerintah. Pembahasan
ter sebut akan mempertim bang -
kan pendapat DPD RI, sesuai
amanat Undang-Un dang No 27
Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD. Ujungnya
ada lah undang-un dang tersebut
harus memastikan bahwa peng -
adaan tanah untuk kepentingan
umum bisa berjalan dengan
baik. Di sisi lain, hak-hak ma -
syarakat ter kait pertanahan
juga harus terjamin.
RUU Pengadaan Tanah un -
tuk Kepentingan Umum haruslah
menjadi undang-undang
yang demokratis, artinya tidak
boleh represif terhadap masya -
rakat. Justru sebaliknya RUU
ini harus menempatkan masya -
rakat sebagai komponen pen -
ting dalam proses pembangun -
an sektor publik. Keberadaan
undang-undang ini nantinya
ibarat satu keping mata uang
dengan dua sisi, satu sisi haruslah
melindungi hak-hak ma -
syarakat dan sisi lainnya harus
memberikan jaminan atas ke -
lancaran pembangunan.
Melindungi masyarakat me -
ngandung arti adanya meka -
nisme penggantian yang adil
dan pantas bagi mereka yang
diambil haknya atas nama ke -
pentingan umum. Oleh ka rena
itu, pemerintah harus lebih se -
rius untuk mengembangkan
pola-pola resetlement atau pe -
nyertaan kepemilikan dari pro -
yek tersebut. Perlindungan ini
penting artinya agar rakyat se -
bagai pemilik tanah jangan
sampai terpinggirkan dari derapnya
laju pembangunan. Per -
lin dungan hak-hak masyarakat
adalah amanat konstitusional
yang harus diperjuangkan oleh
seluruh komponen bangsa.
Memberikan jaminan atas
kelancaran pembangunan mut -
lak diperlukan agar tercipta
iklim usaha yang kondusif bagi
masuknya investasi ke infrastruktur
publik. Kepastian atas
waktu pembebasan lahan ber -
langsung secara cepat, efisien,
dan memberikan jaminan hu -
kum. Pembangunan dan kemajuan
adalah sebuah keniscaya -
an dan tidak bisa ditunda lagi.
Anggaran untuk pembebasan
lahan bagi infastruktur
publik idealnya disediakan
oleh pemerintah melalui AP -
BN. Besarnya biaya pembebasan
lahan menjadi relatif
kecil apabila dibandingkan
nilai keekonomian yang ditimbulkan
apabila infrastruktur
tersebut dapat dibangun. Be -
lum lagi multiplier effect yang
ditimbulkan dari dibangunnya
infrastruktur publik yang akan
mendorong pertumbuhan eko -
nomi nasional.
Momentum kehadiran RUU
ini harus dimanfaatkan untuk
tujuan lain yang lebih besar
dan strategis. Salah satunya
adalah untuk mendorong lahir -
nya peta perencanaan pengunaan
tanah nasional (land use
national map planing) yang
telah lama dinantikan kehadirannya.
Ketiadaan peta penggunaan
tanah tersebut telah
mengakibatkan munculnya
kompetisi dan konflik penggunaan
ruang dengan tanah seba -
gai basis utamanya, baik untuk
penggunaan ekonomi, politik
dan pemerintahan, ekologi,
cadangan, maupun pertahanan
keamanan.
Pembahasan RUU Peng -
adaan Tanah untuk Ke pen -
tingan Umum harus melibat kan
seluruh stake holder pembang -
unan. Pemerintah da erah wajib
diikutsertakan da lam pembahasan
RUU tersebut, dalam
kait annya dengan asas penyertaan
yang dapat di la kukan oleh
pe merintah da erah. Pelibatan
ini akan sema kin mempercepat
me kanisme pengadaan lahan
yang dibutuhkan dalam pembangunan
infrastruktur publik
di daerah. Secara akumulatif,
percepatan pembangunan infrastruktur
dapat dilaksanakan di
Indonesia secara cepat, efisien,
dan manusiawi.

Dipl Ing Bambang Soeroso
Anggota DPD
(Republika 18 Agustus 2010 halaman 4)

Senin, 16 Agustus 2010

Merdeka dari Neoliberalisme

Peringatan kemerde -
kaan yang ke-65 ba -
gi bangsa Indonesia,
hakikatnya menjadi
momentum istimewa untuk
me renung dan melakukan pe -
nilaian ulang secara jitu atas
pencapaian bangsa. Bersamaan
dengan itu, pertanyaan pun
teradopsi di tengah karut-ma -
rut persoalan politik, ekonomi,
dan hukum, yang tidak tahu
ujung penyelesaiannya ini. Be -
lum lagi diperparah oleh persoalan
yang paling serius, yaitu
terkait sangat merosotnya
moralitas dan hilangnya tanggung
jawab para elite negeri.
Celakanya, di saat bangsabangsa
lain bersama para pe -
mimpinnya sedang sibuk merancang
kiat dan strategi kebijakan
ekonomi dan politik
yang jitu menyongsong perdagangan
bebas dalam memajukan
ekonomi dan mening -
katkan kesejahteraan rakyatnya,
para elite sibuk mem buru
rente ekonomi, meng gendutkan
rekening bank, dan me nambah
pundi kekaya an pribadi. Pe -
mimpin tertinggi negara yang
sangat diharap kan dapat mem -
bawa bahtera bangsa ini ke
tujuan cita-cita kemerdekaan,
ternyata tidak memiliki rancangan
yang jelas dan strategis
serta tak pernah muncul
keputusan yang bisa memotivasi
bang kitnya negara.
Tragisnya lagi, janji-janji
nasionalisme ekonomi yang be -
gitu sedap terdengar dalam se -
tiap kali kampanye pemilu,
kini benar-benar telah lenyap
lantaran para pemimpin kita
asyik mengumbar citra demi
memenuhi tuntutan pragmatisme
kekuasaan. Padahal,
bangsa ini sedang di impit
kekuatan neoliberalisme yang
begitu ganas, yang telah menggiring
bangsa ini menjadi ‘kuli
bagi bangsa lain’.

Jeratan neoliberalisme
Satu hal yang kini telah
men jadi sebuah fenomena me -
ngerikan, yang sedang menyergap
bangsa ini, yakni menceng -
keramnya taring neoliberalis -
me terhadap ekono mi nasional.
Sebelum kemerdekaan, kita
dijajah bangsa asing yang me -
maksa bangsa Indonesia be -
kerja keras dan hasil-hasilnya
dikuras lalu dibawa ke negeri
penjajah, kini di zaman ke -
merdekaan, Indo ne sia kembali
dijajah bang sa asing dan bang -
sa sen diri, dengan cara yang
jika di ta kar, jauh lebih kejam.
Atas nama investasi, pinjaman
atau utang, kekayaan bangsa
ini di sedot oleh banyak negara
ka pitalis. Dengan iming-iming
in vestasi, kontrak karya pertambangan,
sum ber daya alam
lainnya tak hentinya disedot
dengan serakahnya oleh negara
kapitalis, dan dibantu para
tengkulak besar negeri sendiri
yang dirasuk kapitalisme itu.
Ironisnya, ketika banyak
negara melakukan negosiasi
ulang kontrak karya pertambangan
dan selektif dalam
men jaring dana investasi dan
menahan diri dalam melaku -
kan pinjaman, pemerintah dan
DPR kita justru terus terlena
nikmatnya kursi empuk ke -
kuasaan dengan terus membiarkan
skema kontrak yang
tidak adil dan kian memiskin -
kan bangsa sendiri. Tidak tam -
pak pemihakan serius ter hadap
masa depan negeri ini.
Negara dan bangsa ini pun
semakin berada dalam cengke -
raman ke ganasan neoliberalisme,
yang berjalan di atas
doktrin dasar nya, yaitu pemujaan
terhadap pasar, yang
belakangan ini telah mengorbankan
banyak negara. Ingat,
dalam arus neoliberalisme,
bukan ha nya produksi, distribusi,
modal dan konsumsi,
dan seluruh de nyut ekonomi
yang tunduk pa da pasar, me -
lainkan seluruh kehidupan,
termasuk mentali tas masya -
rakat suatu bangsa. Apalagi,
salah satu misi neoli beralisme
adalah melucuti pe ran negara
yang diindoktrinasi se bagai
biang distorsi dan pe nyebab
KKN. Dengan keajaiban invi -
sible hand-nya Adam Smith,
mekanisme pasar akan menciptakan
kemakmuran bagi
semua pihak. Ternya ta, janjijanji
itu bohong besar. Faktafakta
kerusakan akibat globalisasi
ekonomi yang disemangati
embusan angin neoli -
beralisme semakin mencemas -
kan semua negara. Apalagi,
banyak negara merdeka, seperti
Indonesia, semakin meng -
anut prinsip liberal yang menjunjung
tinggi kebebasan individu,
yang tak henti-hentinya
mendominasi diskursus pembangunan
internasional.

Lepas dari neoliberalisme
Jika dicermati, sudah tidak
terhitung lagi berapa banyak
negara yang telah jadi korban
neoliberalisme, termasuk Indo -
nesia, meskipun para pemim -
pin kita menyangkalnya. Con -
toh, akibat deregulasi keuang -
an yang kebablasan tahun
1980-an dan pembangunan
yang dibiayai utang, membuat
fundamental ekonomi kita
rapuh. Ekonomi am bruk dan
krisis ekonomi ber ubah men -
jadi krisis multidimensi. Ma -
suknya IMF, malah memper -
besar utang domestik dan luar
negeri. In donesia pun terseok
dan tak berdaya hing ga kini.
Adakah harapan bebasmerdeka
dari cengkeraman
neo liberalisme? Jika perta nya -
an ini tidak dijawab, sia-sialah
kita memperingati kemerde -
kaan, karena kemerdekaan kita
hanya lepas dari mulut hari -
mau dan masuk ke mulut bua -
ya. Indo nesia di usianya yang
ke-65 ini hendaknya memberanikan
diri bebas dari ceng -
keraman neoliberalisme.
Pertama, negara harus terus
memperkuat peran publik yang
demokratis. Kedua, pemerintah
harus berani membatasi
pa sar yang semakin mengge -
rogoti otoritas negara dan ma -
sya rakat. Ketiga, negara harus
memaksimalkan produktivitas
dengan meningkatkan sumber
daya manusia, terutama kepa -
da pengusaha yang sudah di -
gerogoti semangat kapitalismeneoliberalis
me. Keempat, ne -
ga ra harus mena ikkan kredibilitas
de ngan ber usaha terus
untuk bebas dari berbagai
cengkeraman korporasi global,
senjata ampuh neo li be ralisme
mematikan peran negara.
Itulah makna pe ringat an
kemerdekaan saat ini, saat
berkumandangnya lagu Indo -
ne sia Raya, pengibaran Sang
Saka Merah Putih, yang tam -
pak semarak di seluruh pelosok
negeri, tetapi sebenarnya tanpa
gairah dan ‘gereget’.

Thomas Koten
Direktur Social
Development Center
(Republika 16 Agustus 2010 halaman 4)

Puasa dan Kemerdekaan

Ramadhan me -
nurut bahasa
artinya panas
membakar. Ia
di sebut demi ki -
an karena bu lan
ini dosa-dosa dan kesa lahan
orang yang berpuasa di masa
sebelum Ramadhan diba kar
habis. Rasulullah mengata kan,
‘Siapa yang berpuasa Ra ma -
dhan semata-mata karena ke -
imanan serta mengharap rah -
mat dan pahala dari Allah, ma -
ka dosa-dosa yang dilaku kan
sebelumnya akan diam puni
oleh Allah.’ (HR Bukhari dari
Abu Hu rai rah)
Tapi Ra ma dhan juga bisa
dimaknai membakar spirit dan
se mangat juang dalam keta -
atan kepada Allah. Bahkan,
Rama dhan adalah api semang -
at itu sendiri. Dalam ‘sirah’
(biografi) Rasulullah, perang
Badar, pada tahun kedua hij -
rah, terjadi pa da bulan Rama -
dhan. Inilah per juangan perta -
ma mengang kat senjata yang
dilakukan kaum Muslimin me -
la wan kaum Quraisy Makkah
yang menindas mereka sehingga
ha rus hengkang berhijrah
ke Ma dinah, meninggalkan
tanah air nya. Dan, pada perang
ini, kaum Muslimin memperoleh
kemenangan meyakinkan
mes kipun jumlah personelnya
ha nya tiga ratusan orang.
Perang Badar yang terjadi
di bulan Ramadhan ini memberikan
pesan perjuangan yang
luar biasa. Baik itu perjuangan
fisik maupun mental, karena
selain berperang juga harus
berpuasa. Dan, kaum Muslimin
ketika itu mam pu melewatinya,
bahkan meraih kemenangan.
Maka itu, Ramadhan
sesungguhnya adalah bulan
perjuang an di jalan Allah.
Berjuang me nahan lapar dan
haus ka rena menaati Allah dan
Rasulullah, serta berjuang
menahan ke ingin an hawa naf -
su. Ramadhan sesungguhnya
bukan bulan san tai-san tai, istirahat,
dan tanpa ak tivitas ber -
manfaat. Atau, bulan glamor
dan hura-hura yang mengha -
bis kan dana.
Kaum Muslimin Indonesia
masuk dalam bulan Ramadhan
tidak dalam suasana perang
seperti halnya Rasulullah dan
kaum Muslimin. Maka itu, spi -
rit perjuangannya lebih pada
perjuangan mengekang hawa
nafsu, selain menahan diri un -
tuk tidak makan dan minum
hing ga sore hari. Perjuangan
melawan hawa nafsu tidak ka -
lah hebatnya dengan perjuang -
an secara fisik. Manusia mung -
kin bisa menahan lapar dan
haus, tetapi tidak banyak yang
berhasil menahan hawa nafsu.
Itulah yang Rasulullah sitir da -
lam salah satu hadisnya, “Be -
ta pa banyak orang yang ber -
puasa, tapi yang ia dapat hanya
lapar dan haus.” (HR Ahmad
dari Abu Hurairah)

Menuju kemerdekaan
Perjuangan melalui puasa di
bulan Ramadhan memiliki tu -
ju an atau target yang ingin di -
capai. Allah menyebutkan tu -
juan itu adalah menjadi kan
orang-orang yang berpua sa
menjadi orang-orang yang bertakwa,
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajib kan atas ka -
mu berpuasa sebagaimana di -
wa jibkan atas orang-orang se -
belum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS Albaqarah: 183).
Takwa berasal dari kata
‘wiqayah’ yang secara bahasa
salah satu maknanya menjaga
atau memelihara diri. Dalam
Alquran, misalnya, di sebutkan,
“Hai orang-orang yang ber -
iman, peliharalah diri mu (quu
anfusakum) dan keluargamu
dari api neraka.” (QS At-Tah -
rim: 6). Ini selaras de ngan pua -
sa yang disebut oleh Rasulullah
sebagai tameng yang menjaga
atau memelihara pelakunya
agar tidak melaku kan hal-hal
buruk, “Puasa ada lah tameng.
Karena itu, ja ngan lah berkatakata
kotor dan bertindak bo -
doh. Jika ada orang yang me -
ng ajaknya bertarung atau bertengkar,
katakanlah, ‘Aku se -
dang ber puasa’.” (HR Bukhari
dari Abu Hurairah)
Jadi, puasa mengerem hawa
nafsu yang mengarah pada halhal
negatif, dan pada saat yang
sama melepas sebanyak-ba -
nyak nya dorongan diri untuk
melakukan kebaikan atau halhal
bermanfaat. Ketika ada
orang yang memprovokasi me -
lakukan tindak kekerasan atau
memprovokasi bertengkar, me -
ng umpat, dan mencaci ma ki,
Rasulullah mengimbau orang
yang berpuasa untuk menahan
diri dan mengatakan dirinya
sedang ber puasa.
Puasa melindungi orang
yang berpuasa sehingga tidak
termakan hasutan. Justru, de -
ngan jawaban bahwa ia sedang
berpuasa secara implisit me -
nunjukkan sikap bijaksana dan
tidak reaktif secara berlebihan
menghadapi provokasi. Ketika
ha wa nafsu terkekang, saat
itulah ia menjadi orang yang
merdeka, lepas dari belenggu
hawa nafsu. Menjadi manusia
yang selalu meniti jalan Allah,
jalan kebenaran, yang mem -
buat dirinya hidup dalam ke -
bahagiaan dan kegembiraan.
Rasulullah menyebut hal ini
sebagai sebagai kegembiraan,
“Orang yang berpuasa akan
mendapatkan dua kegembiraan;
gembira saat ia menjadi
fitri, dan gembira saat ia bertemu
dengan Tuhannya.” (HR
Muslim dari Abu Hurairah)
Idul Fitri menjadi puncak
seleberasi kemerdekaan ini.
Bukan merdeka karena sudah
tidak lagi berpuasa, tapi merdeka
karena lepas dari penjajahan
dan kendali hawa nafsu.
Kemerdekaan ini juga tidak
berarti perjuangan usai. Justru,
perjuangan itu terus berlanjut.
Yakni, perjuangan menjaga
dan mempertahankan kemerde
kaan secara konsisten. Bang -
sa Indonesia merdeka dari penjajahan
bertepatan dengan bu -
lan Rama dhan. Tetapi, setelah
itu perjuangan baru dimulai,
yakni konsisten mempertahankan
dan membangun bang -
sa ke arah yang lebih baik. Ma -
ka secara individual, Rama -
dhan menjadi ajang perjuang -
an ma nusia menjadi manusia
yang merdeka dari segala penjajahan
hawa nafsunya.
Dalam konteks bangsa saat
ini, puasa menjadi perjuangan
mengerem ambisi kotor atau
kepentingan sesaat yang meng -
orbankan ke pentingan umum,
yakni kepen tingan bangsa dan
negara. Rasulullah pasca pembebasan
Makkah (Fathu
Makkah) mengatakan, “Sete -
lah pembebasan ini, tidak ada
lagi hijrah ke cua li jihad dan
niat.” (HR Bukhari dari Ibnu
Abbas). Hijrah ada lah perjuangan
berat meninggalkan
kampung halaman demi kebenaran
dan lepas dari pe nin -
dasan dan penjajahan. Se telah
Makkah dibebaskan, hijrah
seperti itu tidak ada. Yang ada
adalah jihad dan niat. Jihad
menurut bahasa adalah sikap
sungguh-sungguh, konsisten,
dan penuh komitmen dalam
ber usaha. Sedangkan niat ada -
lah keinginan, harap an, dan
cita-cita perubahan ke arah
yang lebih baik.
Saat ini, bangsa terjajah
kemiskinan, kebodohan, komunalisme,
eksklusivisme minus
toleransi, serta pragmatisme
dan ketidakpedulian sebagian
elite penguasa dan elite politik,
membuat bangsa ini berjalan
pelan. Ramadhan kali ini yang
bertepatan dengan bulan ke -
merdekaan bangsa Indonesia,
men jadi momen reflektif me -
maknai lagi arti perjuangan
me nuju kemerdekaan sejati.
Wallahu a’lam.

Fajar Kurnianto
penulis buku

(Republika 16 Agustus 2010 halaman 4)

Sabtu, 14 Agustus 2010

Meng-clear-kan Kategori Telantar

Salah satu asas kebijakan
per tanahan nasional yang
tertuang dalam Un dang
Undang Pokok Agra ria–
UUPA ialah fungsi so sial. Im -
plementasi asas ini, hak atas ta -
nah hapus karena dite lan tarkan.
Apa kategori tanah te lantar?
Pasal 6 UUPA dinyatakan
se mua hak atas tanah mempu -
nyai fungsi sosial. Berarti hak
atas tanah apa pun yang dimiliki
setiap orang dan badan hu -
kum tidaklah dapat dibenar kan
bahwa tanahnya dipergunakan
atau ditelantarkan se mata-mata
untuk kepentingan pribadi.
Mes kipun demikian, tidak ber -
arti kepentingan per seorangan
terabaikan oleh ke pentingan
umum. Kepentingan perse -
orang an dan kepentingan umum
ha rus berjalan secara adil.
Tanah telantar bertambah
setiap tahun. Dalam lima tahun
terakhir ini mencapai 7,3 juta
hektare. Terdiri atas kurang le -
bih 3 juta hektare tanah yang
telah bersertifikat, yaitu hak
gu na usaha (HGU), hak guna
ba ngunan (HGB), hak pakai
(HP), dan hak pengelolaan
(HPL). Sisanya, berbukti surat
ke putusan izin prinsip dan/ -
atau izin lokasi, surat/akta ju -
al-beli, dan lain-lain. Kondisi
kuantitatif tanah telantar ini
telah merugikan keuangan dan
per ekonomian negara serta
menghambat pembangunan
nasional. Harga tanah melambung
tinggi melebihi daya beli
pasar. Persedian tanah negara
pun berkurang. Instrumen pe -
ngendalian tanah telantar be -
rupa Peraturan Pemerintah No
36 Tahun 1998 tentang Pener -
tiban dan Pendayagunaan Tanah
Telantar tidak cukup efek -
tif mengendalikan bertambah
ta nah telantar. Diharapkan
dengan Peraturan Pemerintah
No 11 Tahun 2010 tentang Pe -
nertiban dan Pendayagunaan
Tanah Telantar bisa lebih efek -
tif. Target penertiban tanah te -
lantar dalam kebijakan baru
ini adalah tanah yang dikuasai
oleh badan hukum privat.
Termasuk tanah yang dikuasai
dengan hak milik oleh yayasan
tertentu yang bergerak di bi -
dang sosial keagamaan. De -
ngan demikian, tanah yang di -
kuasai oleh badan hukum di
bi dang perumahan dan permu -
kiman termasuk objek pener -
tiban, kecuali tanah yang di -
kua sai oleh Perum-Perumnas.
Yang paling radikal dalam
ke bijakan baru ini sebagai be -
rikut. Pertama, masa pembinaan
tanah telantar atau ter -
indikasi telantar hanya diberi -
kan dalam waktu tiga bulan,
dan sifatnya peringatan bah -
kan ’ancaman’. Berbeda de -
ngan kebijakan sebelumnya,
yang pembinaannya dilakukan
selama dua tahun sehingga
ber sifat ’apresiatif’. Kedua, un -
tuk mengetahui tanah terindi -
kasi telantar dilakukan identifikasi
dimulai terhitung tiga ta -
hun sejak diterbitkan hak atas
tanah. Berbeda dengan kebijakan
yang lama, dimulainya
kegiatan identifikasi bersifat
tentatif. Dengan dua subtansi
ini diharapkan dapat mempercepat
eksekusi tanah telantar.
Sayangnya dalam kebijakan
baru ini, tidak secara eksplisit
mengurai kategori tanah telantar
atau terindikasi telantar
sehingga banyak menuai kontroversi
bahkan sampai uji ma -
teri (judicial review) ke Mah -
ka mah Konstitusi.
Potensi masalah dalam ke -
bijakan baru berikut ini. Per -
tama, kategori tanah telantar
atau terindikasi telantar yang
tidak jelas. Kedua, masa pembinaan
yang terlalu cepat. Ke -
tiga, kewenangan kepala Kan -
tor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi untuk meng -
eksekusi terlalu besar. Masa
pembinaan yang terlalu cepat
dan bersifat peringatan, kemudian
tidak jelasnya kategori
tanah telantar atau terindikasi
telantar berpotensi penyalahgunaan
wewenang yang dapat
merugikan kepentingan peme -
gang hak atas tanah.
Mengategorikan tanah te -
lantar atau terindikasi telantar
setidaknya harus didasar -
kan pada dua masalah, yakni
masalah umum dan teknis. Ma -
salah umum, apakah pemerintah
telah menciptakan kondisi
keamanan yang kondusif dan
perekonomian negara yang
stabil? Serta, apakah ada ben -
cana alam yang signifikan ter -
jadi? Kondisi keamanan yang
tidak kondusif seperti pernah
terjadi di Aceh, mengakibatkan
manajemen tidak dapat mela -
kukan kegiatan usaha. Kegon -
cangan ekonomi negara yang
terjadi tahun 1998, mengakibatkan
struktur modal usaha
terganggu sehingga perlu revitalisasi
terlebih dahulu. Daya
beli masyarakat tidak ada se -
hingga kegiatan produksi
berhenti. Begitu pula, bencana
alam akan berakibat hancur -
nya aset perusahaan yang pada
gilirannya merusak struktur
modal usaha sehingga perlu
waktu untuk revitalisasi. Da -
lam hal masalah umum ini me -
nimpa perusahaan maka tidak
dapat disalahkan yang ber -
sangkutan, bahkan sampai di -
peringatkan untuk kemudian
tanahnya dieksekusi menjadi
tanah negara. Perlu ada penyelesaian
yang lebih adil sebagaimana
kebijakan Peraturan
Pemerintah No 36 Tahun 1998.
Masalah teknis adalah apa -
bila badan usaha tidak mela ku -
kan kegiatan sesuai dengan ta -
hapan kegiatan membangun
yang tertuang dalam proposal
ke giatan perusahaan, yang di -
lampirkan sebagai persyaratan
dalam rangka permohonan hak
atas tanah. Secara empiris, wak -
tu yang diperlukan untuk me -
nye lesaikan tahapan kegiat an
pembangunan tersebut bisa me -
lebihi tiga tahun, bahkan sam -
pai menjelang berakhirnya hak
atas tanah yang pertama kali,
tergantung jenis usaha nya.
Bidang properti, misalnya,
kegiatan membangun rumah
oleh developer didasarkan pa -
da perhitungan potensi pasar
da lam periode waktu tertentu
dan dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama kegiatan konstruksi
dalam setiap periode
adalah ’pematangan lahan’
yang luasnya disesuaikan de -
ngan rencana rumah, yang
akan dibangun menurut perhitungan
potensi pasar dalam
periode itu. Pembangunan ru -
mah di atas tanah yang telah
di matangkan berjalan menurut
waktu sebagaimana permin -
taan pasar. Dalam hal ini bisa
memakan waktu sampai 10 ta -
hun. Sisa tanah yang belum di -
matangkan merupakan ta nah
cadangan untuk pemba ngunan
periode berikutnya. Tanah ca -
dangan ini berfungsi untuk
men jaga keberlanjutan suplai
dan sekaligus untuk mengendalikan
harga tanah sehingga
kenaikan harga ru mah, dapat
disesuaikan dengan tingkat
inflasi dan daya beli pasar. De -
ngan demikian, tanah yang te -
lah dimatangkan mes kipun be -
lum terbangun dan tanah ca -
dangan, tidak termasuk kategori
tanah telantar karena se -
cara teknis hal itu telah tertu -
ang dalam proposal kegiatan
perusahaan, dan telah menjadi
ba han pertimbangan dalam
pem berian hak atas ta nah.

Jamil Ansari hukum.
Staf Ahli Menpera
(Republika 14 Agustus 2010 halaman 4)

Apa itu Terorisme?

Ketika Amerika
Se rikat me nye -
rang Af ghanis -
tan pada 2001,
saya meng aju -
kan pertanyaan
yang saya kirimkan ke manamana.
Jika memang alasan
Amerika Serikat menyerang
Afghanistan adalah terorisme,
ada berapa teroris yang ke -
mungkinan bisa dihitung ber -
mukim di Afghanistan?
Apakah ada 10 orang? Ada
100 orang? Apakah malah lebih
besar dari itu, 10.000 orang?
Bah kan, apakah lebih besar la -
gi? Bagaimana dengan 100.000
orang?
Pertanyaan serupa saya
ulang kembali ketika Amerika
Serikat menyerang Irak pada
pertengahan tahun 2003. Jika
me mang alasan menyerang
Irak adalah ancaman terorisme
dan senjata pemusnah massal.
Ada berapa senjata pemusnah
massal yang tersimpan di Irak?
Ada berapa teroris yang ber -
naung di negeri itu?
Apakah ada 10 orang? Ada
100 orang? Apakah malah lebih
be sar dari itu, 10.000 orang?
Bah kan, apakah lebih besar
lagi? Bagaimana dengan 100.000
orang?
Asal tahu saja, saya akan
ber bagi angka tentang orangorang
yang mati di Afghanistan
dan Irak atas nama perang te -
rorisme. Di dua negeri itu, nya -
wa yang melayang sudah men -
dekati angka 1.000.000 jiwa.
Tepatnya, awal bulan Agustus
ini, setidaknya ada 919,967
nyawa yang telah melayang.
Tampaknya, jumlah itu masih
akan bertambah besar. Apakah
me mang sebesar itu jumlah
teroris yang ada di dua negeri
itu? Apakah sebanyak itu jum -
lah orang yang “harus dibu -
nuh” karena dituduh teroris?
Angka di atas, Saudara, be -
lum termasuk yang mening gal
di Pakistan dan perbatasan
Irak. Ada penduduk sipil, ada
anak-anak, ada orang-orang
lan jut usia. Bahkan, tentara
Pakistan, Afghanistan, Taliban,
bahkan Amerika sendiri.
Pertanyaan yang sama akan
saya ajukan untuk kasus Indo -
nesia. Wabil khusus kepada
De tasemen Khusus 88 dan ke -
po lisian. Begitu juga kepada
Ba pak Presiden Susilo Bam -
bang Yudhoyono yang sering
me rasa terancam dan menjadi
penanggung jawab dari sebuah
negeri Muslim terbesar di du -
nia bernama Indonesia.
Kira-kira, berapakah jum -
lah teroris yang mampu bapakbapak
bayangkan berada di In -
donesia? Apakah ada 10 orang?
Ada 100 orang? Apakah malah
le bih besar dari itu, 10.000
orang? Bahkan, apakah lebih
besar lagi? Bagaimana dengan
100.000 orang?
Sekadar catatan. Sepanjang
ta hun 2003 sampai dengan
2009, Detasemen Khusus 88
telah melakukan 500 lebih pe -
nangkapan tersangka yang
disebut teroris. Sebanyak 40
orang tertembak mati. Bahkan,
selama Januari hingga Mei, ada
58 kasus penangkapan dan 13
di antaranya tertembak mati!
Sa ya ulangi sekali lagi—kali
ini dengan huruf besar—MATI!
Mereka yang ditembak mati
itu tanpa melalui proses peng -
adilan. Tanpa melalui persi -
dang an. Bahkan, banyak sekali
menyisakan cerita keganjilan.
Perlu berapa orang lagi yang
harus mati dengan dalih te -
rorisme yang seolah tak ada
ha bisnya ini.
Di tengah persiapan kaum
Muslim menyambut dan me -
laksanakan ibadah pada bulan
suci Ramadhan, lagi-lagi Deta -
semen Khusus 88 menyajikan
kejutan. Ustaz Abu Bakar Ba’ -
a syir, yang berusia lebih dari 60
tahun, ditangkap dengan bebe -
rapa orang lainnya. Polisi men -
jelaskan, ustaz sepuh ini terkait,
mengetahui, bahkan mengizin -
kan, dan seterusnya mendanai
ke giatan-kegiatan pelatihan
terorisme di Aceh. Ini bukan tu -
duhan ringan, Sau dara!
Terkait, mengetahui, men -
da nai, mengizinkan, dan me -
ngontrol seluruh kegiatan te -
rorisme yang ada di Aceh bebe -
rapa waktu lalu. Ini benar-be -
nar besar!
Seberapa besar tenaga sim -
patisan terorisme yang bisa
diprediksi polisi? Apakah ada 10
orang? Ada 100 orang? Apa kah
malah lebih besar dari itu,
10.000 orang? Bahkan, apakah
lebih besar lagi? Bagaimana de -
ngan 100.000 orang? Perlu pe -
nangkapan dan penembakan
mati berapa kali lagi? Sampai di
mana habisnya isu terorisme ini?
Berdasarkan Undang-Un -
dang Terorisme, Polri diizinkan
menahan dan memeriksa se -
seorang 7 x 24 jam tanpa perlu
me ngeluarkan surat penang -
kapan. Berdasarkan undangun
dang yang sama, ustaz sepuh
yang mengabdikan diri ber -
dak wah itu ditangkap dan di -
tuduh. Tuduhan-tuduhan yang
dikaitkan benar-benar besar.
Kabareskrim Komjen Ito Su -
mardi mengatakan, proses yang
telah dilakukan sudah lama,
berbulan-bulan, bahkan lebih
dari setahun. Kapolri juga me -
negaskan bahwa tidak ada pe -
sanan dari negara mana pun,
ter masuk Amerika Serikat.
Bah kan, Jenderal Bambang
Hen darso Danuri meminta ma -
syarakat untuk tidak su’udzan
pada Polri.
Polri mengatakan, pihaknya
memiliki bukti-bukti kuat
yang dapat menunjukkan ke -
ter libatan Ustaz Abu Bakar
Ba’asyir dalam pelatihan mili -
ter kelompok teroris di Pegu -
nungan Jalin, Jantho, Aceh Be -
sar. Semua itu akan diungkap -
kan di pengadilan nanti.
Kita masih ingat semua,
pengadilan atas diri Ustaz Abu
Bakar Ba’syir sebelumnya, pu -
tus an pengadilan menetapkan
bahwa beliau ditahan bukan
atas dasar terorisme, tapi lebih
karena kesalahan administrasi,
seperti pemalsuan identitas dan
keterangan. Jika kesalahan ad -
ministrasi seperti ini mampu di -
kejar dengan sangat gigih, ba -
gai mana dengan kesalahan pro -
sedur atas kasus lumpur La pin -
do yang mengorbankan ribuan
warga Sidoarjo? Bagai mana de -
ngan kesalahan prose dur opera -
sional SNI dalam ka sus tabung
gas elpiji 3 kg yang menewaskan
lebih dari 30 orang? Bagaimana
dengan ke salahan prosedur ka -
sus Gayus yang melibatkan se -
luruh pung gawa penegak hu -
kum dari ke jak saan, hakim,
hingga ke polisian?
Jika semua ternyata terbukti
sebagai kezaliman dan keti -
dak adilan, saya berdoa kepada
Allah pada bulan suci Rama -
dhan ini agar diizinkan kelak
di depan pengadilan yang tidak
satu pun orang bisa berdusta
untuk bersaksi dan menuntut
para pemimpin yang telah
mem biarkan kezaliman terjadi.
Ya, Allah, izinkan saya meng -
gu gat para pemimpin yang te -
lah membiarkan ketidakadilan
menimpa rakyat yang di pim -
pinnya. Tidak saya tentang se -
orang ustaz, tapi juga tentang
orang-orang terzalimi dan me -
reka yang mengalami segala
ketidakadilan yang dilakukan
oleh negara dan para pemim -
pinnya.

Herry Nurdi
Jurnalis Muslim
(Republika 14 Agustus 2010 halaman 4)