Senin, 16 Agustus 2010

Merdeka dari Neoliberalisme

Peringatan kemerde -
kaan yang ke-65 ba -
gi bangsa Indonesia,
hakikatnya menjadi
momentum istimewa untuk
me renung dan melakukan pe -
nilaian ulang secara jitu atas
pencapaian bangsa. Bersamaan
dengan itu, pertanyaan pun
teradopsi di tengah karut-ma -
rut persoalan politik, ekonomi,
dan hukum, yang tidak tahu
ujung penyelesaiannya ini. Be -
lum lagi diperparah oleh persoalan
yang paling serius, yaitu
terkait sangat merosotnya
moralitas dan hilangnya tanggung
jawab para elite negeri.
Celakanya, di saat bangsabangsa
lain bersama para pe -
mimpinnya sedang sibuk merancang
kiat dan strategi kebijakan
ekonomi dan politik
yang jitu menyongsong perdagangan
bebas dalam memajukan
ekonomi dan mening -
katkan kesejahteraan rakyatnya,
para elite sibuk mem buru
rente ekonomi, meng gendutkan
rekening bank, dan me nambah
pundi kekaya an pribadi. Pe -
mimpin tertinggi negara yang
sangat diharap kan dapat mem -
bawa bahtera bangsa ini ke
tujuan cita-cita kemerdekaan,
ternyata tidak memiliki rancangan
yang jelas dan strategis
serta tak pernah muncul
keputusan yang bisa memotivasi
bang kitnya negara.
Tragisnya lagi, janji-janji
nasionalisme ekonomi yang be -
gitu sedap terdengar dalam se -
tiap kali kampanye pemilu,
kini benar-benar telah lenyap
lantaran para pemimpin kita
asyik mengumbar citra demi
memenuhi tuntutan pragmatisme
kekuasaan. Padahal,
bangsa ini sedang di impit
kekuatan neoliberalisme yang
begitu ganas, yang telah menggiring
bangsa ini menjadi ‘kuli
bagi bangsa lain’.

Jeratan neoliberalisme
Satu hal yang kini telah
men jadi sebuah fenomena me -
ngerikan, yang sedang menyergap
bangsa ini, yakni menceng -
keramnya taring neoliberalis -
me terhadap ekono mi nasional.
Sebelum kemerdekaan, kita
dijajah bangsa asing yang me -
maksa bangsa Indonesia be -
kerja keras dan hasil-hasilnya
dikuras lalu dibawa ke negeri
penjajah, kini di zaman ke -
merdekaan, Indo ne sia kembali
dijajah bang sa asing dan bang -
sa sen diri, dengan cara yang
jika di ta kar, jauh lebih kejam.
Atas nama investasi, pinjaman
atau utang, kekayaan bangsa
ini di sedot oleh banyak negara
ka pitalis. Dengan iming-iming
in vestasi, kontrak karya pertambangan,
sum ber daya alam
lainnya tak hentinya disedot
dengan serakahnya oleh negara
kapitalis, dan dibantu para
tengkulak besar negeri sendiri
yang dirasuk kapitalisme itu.
Ironisnya, ketika banyak
negara melakukan negosiasi
ulang kontrak karya pertambangan
dan selektif dalam
men jaring dana investasi dan
menahan diri dalam melaku -
kan pinjaman, pemerintah dan
DPR kita justru terus terlena
nikmatnya kursi empuk ke -
kuasaan dengan terus membiarkan
skema kontrak yang
tidak adil dan kian memiskin -
kan bangsa sendiri. Tidak tam -
pak pemihakan serius ter hadap
masa depan negeri ini.
Negara dan bangsa ini pun
semakin berada dalam cengke -
raman ke ganasan neoliberalisme,
yang berjalan di atas
doktrin dasar nya, yaitu pemujaan
terhadap pasar, yang
belakangan ini telah mengorbankan
banyak negara. Ingat,
dalam arus neoliberalisme,
bukan ha nya produksi, distribusi,
modal dan konsumsi,
dan seluruh de nyut ekonomi
yang tunduk pa da pasar, me -
lainkan seluruh kehidupan,
termasuk mentali tas masya -
rakat suatu bangsa. Apalagi,
salah satu misi neoli beralisme
adalah melucuti pe ran negara
yang diindoktrinasi se bagai
biang distorsi dan pe nyebab
KKN. Dengan keajaiban invi -
sible hand-nya Adam Smith,
mekanisme pasar akan menciptakan
kemakmuran bagi
semua pihak. Ternya ta, janjijanji
itu bohong besar. Faktafakta
kerusakan akibat globalisasi
ekonomi yang disemangati
embusan angin neoli -
beralisme semakin mencemas -
kan semua negara. Apalagi,
banyak negara merdeka, seperti
Indonesia, semakin meng -
anut prinsip liberal yang menjunjung
tinggi kebebasan individu,
yang tak henti-hentinya
mendominasi diskursus pembangunan
internasional.

Lepas dari neoliberalisme
Jika dicermati, sudah tidak
terhitung lagi berapa banyak
negara yang telah jadi korban
neoliberalisme, termasuk Indo -
nesia, meskipun para pemim -
pin kita menyangkalnya. Con -
toh, akibat deregulasi keuang -
an yang kebablasan tahun
1980-an dan pembangunan
yang dibiayai utang, membuat
fundamental ekonomi kita
rapuh. Ekonomi am bruk dan
krisis ekonomi ber ubah men -
jadi krisis multidimensi. Ma -
suknya IMF, malah memper -
besar utang domestik dan luar
negeri. In donesia pun terseok
dan tak berdaya hing ga kini.
Adakah harapan bebasmerdeka
dari cengkeraman
neo liberalisme? Jika perta nya -
an ini tidak dijawab, sia-sialah
kita memperingati kemerde -
kaan, karena kemerdekaan kita
hanya lepas dari mulut hari -
mau dan masuk ke mulut bua -
ya. Indo nesia di usianya yang
ke-65 ini hendaknya memberanikan
diri bebas dari ceng -
keraman neoliberalisme.
Pertama, negara harus terus
memperkuat peran publik yang
demokratis. Kedua, pemerintah
harus berani membatasi
pa sar yang semakin mengge -
rogoti otoritas negara dan ma -
sya rakat. Ketiga, negara harus
memaksimalkan produktivitas
dengan meningkatkan sumber
daya manusia, terutama kepa -
da pengusaha yang sudah di -
gerogoti semangat kapitalismeneoliberalis
me. Keempat, ne -
ga ra harus mena ikkan kredibilitas
de ngan ber usaha terus
untuk bebas dari berbagai
cengkeraman korporasi global,
senjata ampuh neo li be ralisme
mematikan peran negara.
Itulah makna pe ringat an
kemerdekaan saat ini, saat
berkumandangnya lagu Indo -
ne sia Raya, pengibaran Sang
Saka Merah Putih, yang tam -
pak semarak di seluruh pelosok
negeri, tetapi sebenarnya tanpa
gairah dan ‘gereget’.

Thomas Koten
Direktur Social
Development Center
(Republika 16 Agustus 2010 halaman 4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar