Senin, 23 Agustus 2010

Moratorium Pemekaran

Analisis peme -
karan daerah
dalam tulisan
ini memakai
model organisme
dalam
teori organisasi (Hatch: 1997).
Negara bangsa adalah organisme
besar, bukan sebuah
benda fisik atau benda mati
atau sebuah mesin, bahkan
menyangkut birokrasi yang
hidup di dalamnya, bak bagian
dari organisme besar tersebut.
Karena dinilai gagal, saat ini
pemekaran daerah di Indonesia
masuk pada momentum moratorium.
Bangsa ini menunggu
keseriusan kebijakan tersebut
dilaksanakan. Tulisan ini
meng upas pandangan organisme
melihat kebijakan tersebut
di mana organisme mana -
pun membutuhkan sumber
daya hidup untuk terus eksis
di dunia.

Organisme Mengembang
Pemekaran daerah merupakan
pengembangan organisme
negara bangsa. Dalam era
reformasi, faktor pengembang
utama adalah didorongnya
demokratisasi. Demokrasi
memperkuat nilai individu.
Hubungan negara-individu
menjadi longgar. Kekuatan inti
negara ada dalam unit pemerintahan
yang terdiri atas para
pengambil kebijakan dan
pelaksananya. Kebijakan tersebut
sendiri untuk kepentingan
keseluruhan anggota organisme
negara bangsa, bukan
kepentingan para pengambil
kebijakan (matra politik) dan
pe laksananya (matra administratif-
birokrasi) semata.
Organisme negara bangsa
Indonesia ini besar karena ang -
gota dan ruang yang besar. Un -
tuk itu, terdapat satu hubungan
organisme yang kompleks
dengan diciptakannya organisme
sub-sub nasional di dae -
rah. Hubungan-hubungan
yang tercipta dalam organisme
negara bangsa Indonesia pun
mengalami pengembangan
yang luar biasa sejak reformasi.
Bak tata surya, makin bergerak
ke luar (centrifugal).
Dengan demikian, menciptakan
daerah baru menambah
besar organisme negara bangsa
Indonesia. Yang menjadi soal,
apakah organisme tersebut
akan eksis dengan sumber daya
yang tersedia?
Pemekaran menambah kom -
pleks organisme karena mencip -
takan sub-matra politik dan
sub-matra administratif-birokrasi
di berbagai tempat yang
membutuhkan sumber daya
yang besar untuk tetap eksis.
Organisme negara bang sa ini
harus eksis dengan me miliki
tujuan hidup yang ter arah. Di -
gerakkan oleh inti yang efisien
dan efektif di level nasional.
Karena itu, penggerak organisme
negara bangsa ini mesti
memiliki kekuatan yang besar.
Jika pemekaran tanpa ken -
dali, dibarengi oleh fragmentasi
matra politik-administrasi
nasional yang makin besar,
bukan tidak mungkin pada
titik tertentu terjadi big-bang
explosion dari organisme tersebut.
Dengan kata lain, perpecahan
atau kebangkrutan
organisme negara bangsa ter -
jadi.
Tanda-tanda fragmentasi
(bukan menyalahkan demokrasi)
di tingkat nasional
tengah terjadi. Sebagai indikator
dapat disebutkan di sini,
antara lain: tumbuh suburnya
partai politik, peran (keberadaan)
Dewan Perwakilan
Daerah yang ingin dikuatkan,
diembuskannya keinginan hak
politik TNI-Polri, swastanisasi
yang gencar, standar HAM
yang mengacu pada praktik
organisme negara bangsa de -
ngan tolok ukur tinggi, lem -
baga negara setingkat peme -
rin tah yang makin plural, dan
lain-lain.
Di tingkat lokal pun terjadi
kekuatan mengembang yang
besar, bahkan bisa dikatakan
bahwa kekuatan mengembang
di atas berbarengan dengan ke -
kuatan mengembang di tingkat
lokal sehingga bisa dilihat berbentuk
horizontal. Berbeda
dengan pada masa Orde Baru
yang tidak terjadi pengembangan,
malah terjadi proses
penumpukan. Sebetulnya, bisa
saja pengembangan di tingkat
lokal dibarengi dengan pengelolaan
matra politik dan administratif-
birokrasi nasional
yang efisien dan efektif berupa
pengembangan model stupa.
Elemen-elemen dalam organisme
tersebut harus memperhitungkan
kelangkaan sumber
daya yang ada dalam ruang ke -
hidupannya sendiri. Tam bah -
an sumber daya harus dilakukan
dengan membuka pasar di
luar ruang kehidupannya. Eks -
por apa pun barang dan ja sa
dari Indonesia keluar negeri
harus terus digalak kan. Eks -
traksi sumber daya alam harus
dilakukan dengan memperhatikan
keberlanjutan.
Konstruksi tata kelembagaan
dasar yang visioner harus
ditetapkan terlebih dahulu.
Semua elemen organisme harus
mampu berpikir jernih ke
depan, ratusan bahkan ribuan
tahun, mau seperti apa organisme
bangsa kita; atau dengan
kata lain, UUD kita seba -
gai basic law sudah seharusnya
mengandung kalimat-kalimat
yang lebih abstrak, kembali
untuk menampung berbagai
kemungkinan ke depan dalam
perubahan organisme negara
bangsa kita.
Mungkinkah kita harus
menganut federalisme? Berba -
gai indikator untuk kekuatankekuatan
centrifugal tanpa
menghilangkan keindonesiaan
harus sudah dipikirkan sejak
sekarang ke arah organis -
me horizontal, atau melawan
gerakan centrifugal tersebut
agar kekuatan mengembang
tetap dapat dikelola dengan
lebih efisien dan efektif ke arah
organisme stupa.
Model stupa ini dilakukan
dengan tetap mengembang -
kan bottom-up planning, de -
mo kratisasi nasional yang lebih
baik dengan visi dan stan -
dar yang cocok dengan kultur
struktur nasional Indonesia,
desentralisasi (pemekaran
daerah) yang terukur dan terkelola,
sumber daya untuk ke -
pentingan kemajuan ekonomi
masyarakat, penggalian sum -
ber daya alam sendiri yang berorientasi
pada kemajuan, eks -
por-impor terkendali, dan
swastanisasi yang terarah.
Gerakan kultural keindonesiaan
tentu harus gencar. Mo -
del stupa lebih mudah ketimbang
model horizontal yang
harus benar-benar menelan
biaya yang besar untuk menye -
imbanginya agar tidak ter -
jadi big-bang explosion.

Irfan Ridwan Maksum
Guru Besar Ilmu Administrasi
Negara FISIP-UI
(Republika 23 Agustus 2010 halaman 4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar